Arah Suku Bunga Fed Berpotensi Hawkish, Begini Prospek Mata Uang Asia di Kuartal IV



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Mata uang Asia masih punya potensi pengembalian menarik di kuartal IV-2024. Kebijakan moneter yang tepat dapat membatasi solidnya Dolar Amerika Serikat (AS) di saat arah suku bunga kembali berubah haluan.

Mengutip Trading Economics, Senin (21/10) pukul 17.40 WIB, mayoritas mata uang Asia melemah terhadap dolar AS dalam sepekan. Japanese Yen melemah sekitar 0,19%, Chinese Yuan melemah 0,46%, Won Korea melemah 1,63%, serta dolar Singapura terpantau melemah sekitar 0,38% dalam sepekan.

Rupiah sendiri masih cukup positif dengan penguatan 0,53% dalam sepekan, namun melemah 0,23% secara harian. Sementara itu, indeks dolar yang mencerminkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia berada di 103,64, naik dari akhir pekan lalu yang ada di 103,49.


Baca Juga: Bursa Korsel Ditutup Datar Kamis (17/10), Saham Otomotif Turun Imbangi Kenaikan Chip

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menilai, sentimen penggerak mata uang Asia cukup beragam untuk saat ini. Meskipun prospek pemangkasan suku bunga bulan November dapat memberikan tekanan pada dolar, namun faktor lain seperti data ekonomi dan kebijakan global juga akan memengaruhi dinamika nilai tukar.

Sutopo menjelaskan, sentimen suku bunga nampaknya tidak akan begitu signifikan karena pada umumnya sudah diantisipasi pasar. Sehingga, apabila sudah tiba waktunya, keputusan yang dibuat tidak akan berpengaruh banyak termasuk bagi pergerakan nilai tukar.

Adapun pasar kini melihat peluang sebesar 91% bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga hanya sebesar 25 basis poin di bulan November. Selain itu, asumsi muncul bahwa kemungkinan The Fed akan melewatkan penurunan suku bunga di bulan Desember.

Selain itu, dolar AS berpotensi dipengaruhi hasil pemilu Amerika di bulan November mendatang. Namun hubungan dolar AS dengan pemilu memiliki hubungan yang kompleks tergantung partai yang berkuasa.

Baca Juga: Pekan Depan, 20 Perusahaan di Asia Pasifik Siap IPO Nilainya Capai US$ 8,3 miliar

Yang jelas, Sutopo berujar, dolar AS selalu menjadi aset lindung nilai ditengah ketidakpastian. Oleh karena itu, perlu diantisipasi penguatan dolar AS saat arah suku bunga belum terang dan konflik geopolitik masih berkecamuk di Timur Tengah.

Di sisi lain, bank sentral di negara-negara Asia mungkin akan menyesuaikan kebijakan moneter mereka untuk membatasi penguatan dolar AS. Misalnya seperti mengerek ataupun memangkas suku bunga acuan domestik untuk menjaga selisih tingkat bunga dengan The Fed sebagai bank sentral terbesar dunia.

Menurut Sutopo, Dolar Singapura (SGD) yang telah menunjukkan ketangguhan terhadap dolar AS diperkirakan bakal terus menguat ke depannya. Chinese Yuan (CNY) juga menarik karena Bank Sentral China (PBoC) berperan aktif untuk memperbaiki laju pertumbuhan ekonomi daratan.

Kemudian Japanese Yen (JPY) juga ada peluang, jika terdapat perubahan mendasar soal kebijakan moneter mereka. Indonesian Rupiah (IDR) juga berpotensi lanjutkan penguatan terhadap dolar AS, jika terjadi perubahan sikap Fed dari hawkish ke dovish.

"Memilih mata uang yang tepat untuk investasi memerlukan analisis yang mendalam dan pemahaman tentang faktor-faktor ekonomi dan kebijakan moneter yang memengaruhi nilai tukar. Berhubung valas pada umumnya memiliki perdagangan dua arah, potensi pengembalian tetap ada pada mata uang Asia," kata Sutopo kepada Kontan.co.id, Senin (21/10).

Selanjutnya: Laba Malacca Trust Wuwungan (MTWI) Melesat 306% per Kuartal III-2024

Menarik Dibaca: Tetapkan Tarif Rp 1, KAI Catat 1,5 Juta Orang Naik KRL dan LRT Jabodebek

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih