Arbitrase tidak pengaruhi proses ambil alih Inalum



JAKARTA. Direktur Jenderal Kerjasama Industri International Kementerian Perindustrian, Agus Tjahajana mengatakan proses pengambilalihan Inalum oleh Pemerintah Indonesia dari tangan Investor Jepang masih akan sesuai jadwal alias tidak akan mengalami penundaan. "Kita akan bayar sesuai dengan perhitungan kita, sementara soal sisanya dan juga selisihnya akan diselesaikan lewat Arbitrase," ujar Agus, Rabu (16/10).

Menurut Agus, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menghitung nilai aset Inalum dan itu yang akan dibayar pemerintah. Menurutnya masih ada waktu untuk mengatasi perbedaan nilai aset Inalum itu, namun dibawanya masalah tersebut ke Arbitrase tidak akan mempengaruhi proses pengambilalihan. "Jadi nanti arbitrase yang akan putuskan perhitungan siapa yang benar," katanya.

Kendati dibawa ke jalur Arbitrase, Agus memastikan bahwa perjanjian (Master Agreement) antara pemerintah dengan investor Jepang tidak akan dibedah semua. Menurutnya Master Agreement itu hanya sebagai dokumen rujukan terkait perselisihan nilai yang jadi pokok permasalahan. "Ini akan kita selesaikan secepat mungkin, targetnya dibawah setahun," ujarnya.


Setelah pengambilalihan Inalum ini, apakah nantinya akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah? Agus mengatakan itu urusan nanti, menurutnya yang penting saat ini semuanya diambilalih oleh Pemerintah terlebih dulu.

Untuk itu, pada tanggal 30 Oktober mendatang Inalum akan melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam RUPS itu akan dibentuk direksi dan manajemen perusahaan yang baru. Agus menambahkan pada 30 Oktober juga akan dilakukan penyelesaian Master Agreement, sehingga pada 1 November pemerintah akan membayar semuanya.

Setelah pengambilalihan, nama Inalum juga tidak akan berubah. Hal ini terkait dengan brand image perusahaan.

Deputi Menteri BUMN bidang Industri Strategis dan Manufaktur, Dwijanti Tjahjaningsih menambahkan bahwa setelah pengambilalihan, kinerja Inalum akan berjalan normal meskipun tak ada lagi investor Jepang didalamnya.

Ia menyebut bahwa kontrak dan kerjasama dengan perusahaan penyedia bahan baku juga harus terus berjalan. Bahkan kerjasama dengan supplier tersebut, akan diperpanjang meskipun dengan durasi yang pendek. "Kerjasama akan diteruskan agar perusahaan tetap berproduksi, tapi kontrak akan bersifat jangka pendek sehingga bisa dievaluasi," katanya.

Lebih jauh, Dwijanti juga bilang opsi Arbitrase bisa saja dihindari jika tim negosiasi pemerintah Indonesia dengan pihak investor Jepang sampai tanggal 30 Oktober nanti sudah memperoleh titik temu mengenai selisih besaran aset perusahaan yang harus dibayar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan