Arkady Volozh, Mantan CEO Yandex Kini Garap Bisnis AI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Arkady Volozh, mantan CEO Yandex kini menggarap bisnis baru bidang teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI)

Kepastian ini setelah ada kesepakatan untuk membagi aset raksasa teknologi Rusia Yandex selesai minggu ini. Kesepakatan dicapai setelah hampir dua tahun negosiasi. 

Sebagian besar bisnis yang menghasilkan pendapatan Yandex, tetap berada di Rusia. 


Sementara mantan CEO Yandex Arkady Volozh kembali memimpin grup baru yang berfokus pada bisnis Artificial Intelligence (AI) di  luar negeri.

Baca Juga: Optimis Pertumbuhan Premi, IFG Life Fokus Garap Bisnis Korporasi dan Bancassurance

Nebius perusahaan berbasis di Belanda, yang didirikan oleh Arkady Volozh dan berkantor pusat di Amsterdam, berharap dapat memanfaatkan meningkatnya kebutuhan akan infrastruktur yang mendukung ambisi AI di pasar global. 

Sementara Yandex akan mengembangkan layanan yang ada secara mandiri di Rusia.

Berikut ini beberapa fakta tentang Volozh dan bisnisnya:

ARKADY VOLOZH

Pernah menjadi kesayangan dunia internet Rusia.

Volozh ikut mendirikan Yandex pada tahun 1997 selama booming dotcom global. Pada akhirnya ia menciptakan sebuah perusahaan yang akan mendominasi pasar mesin pencarian online Rusia. 

Yandex berhasil terdaftar di Nasdaq dan pada suatu saat pernah mencapai kapitalisasi pasar sekitar US$ 30 miliar.

Baca Juga: Dharma Polimetal (DRMA) Kian Serius Garap Bisnis Komponen Kendaraan Listrik

Volozh adalah ahli matematika Bersama ahli geofisika Ilya Segalovich meluncurkan Yandex, pendapatannya masih di bawah $100.000.

Lalu Volozh meninggalkan Rusia pada tahun 2014 dan menetap di Israel. 

Ia menyadari bahwa beberapa layanan, seperti mobil tanpa pengemudi, dapat dikembangkan lebih baik di luar negeri.

Setelah 25 tahun menjabat CEO Yandex, ia mengundurkan diri pada Juni 2022 setelah perusahaan ini mendapat sanksi dari Uni Eropa akibat invasi Rusia ke Ukraina. 

Sanksi Uni Eropa tersebut telah dicabut pada Maret 2024.

Baca Juga: Harum Energy (HRUM) Gandeng Eternal Tsinghan untuk Garap Bisnis Nikel

Dia mendapat kritik karena tidak bersuara lebih cepat dan lebih tegas menentang tindakan Rusia di Ukraina. 

Pada Agustus 2023, ia mengutuk invasi tersebut sebagai tindakan yang "biadab" dan menggambarkan dirinya sebagai "pengusaha teknologi Israel kelahiran Kazakhstan".

Kritiknya terhadap perang membuatnya mendapat perhatian pribadi dari Presiden Vladimir Putin. 

Walhasil ancaman yang lebih besar terhadap keamanannya dan risiko gagalnya kesepakatan pemisahan senilai US$ 5,4 miliar.

KELOMPOK NEBIUS

Pada hari Selasa (16/7), Volozh meluncurkan Nebius Group. 

Ia berharap Nebius akan menjadi penyedia infrastruktur dan layanan Eropa terkemuka bagi pengembang AI di seluruh dunia.

Perusahaan ini mengklaim memiliki lebih dari 1.000 insinyur AI dengan pengalaman membangun infrastruktur AI, serta pusat data di Finlandia. 

Nebius berencana membangun kapasitas ratusan megawatt untuk melayani klien yang mengembangkan solusi AI.

Baca Juga: Blue Bird (BIRD) Garap Bisnis Angkutan Jarak Jauh

Selain itu, grup Nebius juga mencakup mitra data Toloka AI, bisnis teknologi pendidikan TripleTen, dan unit self-driving Avride, yang berbasis di Austin, Texas. Untuk bisnis tersebut, Nebius mungkin mencari investasi eksternal.

Nebius memiliki total uang tunai sekitar U$ 2,5 miliar dan tidak memiliki utang, setelah pemisahan dari Yandex. 

Perusahaan ini juga mengikuti listing Yandex untuk di Nasdaq dan berharap perdagangan akan dilanjutkan di sana akhir tahun ini.

“Selama enam hingga sembilan bulan ke depan kami yakin Nebius dapat mencapai ARR (pendapatan berulang tahunan) sekitar US$ 200 juta,” kata Nebius.

Baca Juga: Pacu Kinerja, TRGU Fokus Garap Bisnis Pakan Ternak

YANDEX DI RUSIA

Yandex kini dimiliki oleh konsorsium investor Rusia, sehingga memberi Kremlin potensi kendali yang lebih baik atas ruang internet Rusia.

Yandex dibeli oleh konsorsium yang terdiri dari manajemen senior Yandex Rusia, sebuah dana yang dikendalikan oleh perusahaan minyak besar Lukoil dan tiga perusahaan lain yang dimiliki oleh pengusaha Alexander Chachava, Pavel Prass, dan Alexander Ryazanov.

Pemilik baru Yandex memperolehnya dengan harga diskon besar, berkat Moskow yang memeras dana dari perusahaan asing yang keluar.

Sering dijuluki "Google-nya Rusia", Yandex menjadi pemain terkemuka dalam periklanan online di Rusia dan mengembangkan layanan lain, termasuk layanan ride-hailing, pesan-antar makanan, e-commerce, cloud, dan usaha AI sendiri.

Beberapa layanan Yandex tersedia di pasar lain, namun seberapa luas layanan tersebut dapat diperluas secara internasional masih harus dilihat, mengingat status paria Rusia di Barat.

Perdagangan di Yandex di Rusia dengan ticker YDEX baru akan dimulai pada 24 Juli.

Editor: Syamsul Azhar