JAKARTA. Eksportir produk hulu dan hilir minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) keluhkan aksi mogok beroperasinya armada angkutan khusus pelabuhan Belawan, Medan. Tidak beroperasinya armada angkutan mengakibatkan arus lalu lintas ekspor minyak sawit dan turunannya menjadi terhambat.Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengatakan, selama ini ekspor minyak sawit dan turunannya yang dikapalkan melalui palabuhan Belawan mencapai sekitar 20% dari total ekspor produk sawit.Bahkan, salah satu anggota GIMNI yang akan melakukan ekspor Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RDB) melaporkan tidak bisa melakukan bongkar muat karena kapal yang akan mengangkut produknya mengalami keterlambatan selama dua hari. "Tentu saja kondisi ini sangat merugikan, kata Sahat, Selasa (15/4).Sahat menambahkan, dengan tidak beroperasinya kapal pengangkut tersebut menimbulkan kerugian bagi para eksportir. Sahat bilang, setidaknya biaya yang harus dikeluarkan oleh eksportir karena tidak dapat melakukan pengapalan per per harinya mencapai US$ 4 - US$ 5 per ton berat mati kapal atau deadweight tonnage (DWT).Menurut Sahat, alternatif pelabuhan lain yang dapat digunakan untuk melakukan ekspor minyak sawit dari wilayah Suamatra antara lain Dumai dan Kuala Tanjung. Namun, untuk memindahkan ekspor ke dua pelabuhan tersebut bukanlan sesuatu yang mudah karena harus menunggu lagi dan biaya yang dikeluarkan menjadi bertambah.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Armada Belawan stop operasi, eksportir CPO rugi
JAKARTA. Eksportir produk hulu dan hilir minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) keluhkan aksi mogok beroperasinya armada angkutan khusus pelabuhan Belawan, Medan. Tidak beroperasinya armada angkutan mengakibatkan arus lalu lintas ekspor minyak sawit dan turunannya menjadi terhambat.Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengatakan, selama ini ekspor minyak sawit dan turunannya yang dikapalkan melalui palabuhan Belawan mencapai sekitar 20% dari total ekspor produk sawit.Bahkan, salah satu anggota GIMNI yang akan melakukan ekspor Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RDB) melaporkan tidak bisa melakukan bongkar muat karena kapal yang akan mengangkut produknya mengalami keterlambatan selama dua hari. "Tentu saja kondisi ini sangat merugikan, kata Sahat, Selasa (15/4).Sahat menambahkan, dengan tidak beroperasinya kapal pengangkut tersebut menimbulkan kerugian bagi para eksportir. Sahat bilang, setidaknya biaya yang harus dikeluarkan oleh eksportir karena tidak dapat melakukan pengapalan per per harinya mencapai US$ 4 - US$ 5 per ton berat mati kapal atau deadweight tonnage (DWT).Menurut Sahat, alternatif pelabuhan lain yang dapat digunakan untuk melakukan ekspor minyak sawit dari wilayah Suamatra antara lain Dumai dan Kuala Tanjung. Namun, untuk memindahkan ekspor ke dua pelabuhan tersebut bukanlan sesuatu yang mudah karena harus menunggu lagi dan biaya yang dikeluarkan menjadi bertambah.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News