KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beban bagi emiten rokok bertambah setelah pemerintah mengerek cukai rokok 10,04% di tahun ini. Salah satu cara menyiasati kenaikan beban operasional ini adalah dengan melakukan penyesuaian harga atau
average selling price (ASP). PT Gudang Garam Tbk (GGRM) menjadi salah satu produsen rokok yang melakukan hal tersebut. Ini terlihat dari harga jual sejumlah merek rokok milik GGRM. Harga rokok GGRM naik sekitar Rp 200–Rp 400 per bungkus pada Maret 2018 jika dibandingkan dengan Desember 2017. Kenaikan paling tinggi terjadi pada rokok merek Gudang Garam Surya 16, yaitu dari Rp 19.200 menjadi Rp 19.600 per bungkus.
Christine Natasya, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, mengatakan, kenaikan harga jual memang diharapkan dapat mengimbangi tekanan kenaikan cukai rokok. Asal tahu saja, tahun lalu strategi ini sukses menolong kinerja GGRM. Meski pemerintah menaikkan cukai rokok, GGRM masih tetap bisa mencatatkan kinerja cemerlang berkat kenaikan ASP. Bahkan, sepanjang 2017, GGRM mencetak kenaikan pendapatan dan laba bersih lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, pendapatan tahun lalu naik 9,22% menjadi Rp 83,31 triliun. Sementara laba bersih melesat 16,14% dari Rp 6,68 triliun menjadi Rp 7,75 triliun. "Kami berharap margin laba kotor bisa stabil pada 2018 karena kenaikan ASP yang diterapkan," ujar Christine. Dia optimistis GGRM mampu mempertahankan kinerjanya tahun ini. Prediksinya, pendapatan perusahaan ini bisa mencapai Rp 91,58 triliun, dengan laba bersih naik menjadi Rp 8,41 triliun. Hal serupa juga diungkapkan analis Samuel Sekuritas Indonesia Achmad Nurcahyadi. Dalam risetnya yang dirilis 29 Maret, Achmad menulis kenaikan ASP akan menopang laba GGRM di tengah stagnasi volume penjualan rokok. Menurut Achmad, potensi penurunan permintaan baru terjadi ketika kenaikan cukai rokok jauh di atas rata-rata lima tahun. Selain itu, pemerintah pasti akan melakukan intervensi jika harga rokok sudah menyentuh Rp 50.000 per bungkus. Membangun bandara Karena itu, Michael Wilson Setjoadi, analis Bahana Sekuritas, berpendapat, sebenarnya kenaikan cukai rokok tidak berpengaruh banyak bagi GGRM. Sebab, emiten ini masih bisa menaikkan ASP lebih tinggi. Harga jual rokok GGRM bisa naik sekitar 5%-8%, sementara volume penjualan hanya turun dalam rentang 2%-3%. "Ini yang menyebabkan pendapatan masih tetap positif," ujar dia, Senin (2/4). Alhasil, keuntungan yang dimiliki GGRM lebih besar daripada emiten rokok lainnya. Apalagi perusahaan ini punya produk beragam. Tambah lagi, harga jual produk GGRM masih lebih rendah ketimbang kompetitor. Variasi produk yang dimiliki emiten ini memberi ruang lebih bagi konsumen untuk mengalihkan konsumsi ke produk yang lebih terjangkau. Michael pun yakin prospek perusahaan rokok ini masih ciamik di tahun ini. Walaupun dihadang kenaikan cukai rokok, tetapi GGRM tetap tertolong dengan kenaikan dana bantuan sosial dan dana kampanye. Apalagi konsumen GGRM lebih banyak dari kalangan menengah ke bawah.
Tetapi perusahaan ini tetap harus mewaspadai tekanan pada kinerja keuangan seiring rencana pembangunan bandara di Kediri. Dengan alokasi belanja modal yang harus disiapkan mencapai Rp 5 triliun-Rp 6 triliun dalam tiga tahun, ada peluang beban operasional emiten ini meningkat dan menekan perolehan laba. "Investasi bandara itu nonproduktif dan tidak menguntungkan," tandas Michael. Namun, Michael tetap merekomendasikan beli saham GGRM dengan target harga Rp 92.000 per saham. Achmad juga memberi rekomendasi beli bagi GGRM dengan target harga Rp 83.700 per saham. Christine juga menyarankan beli GGRM dengan target harga Rp 92.500 per saham. Alasannya, perusahaan ini diharapkan mampu mempertahankan rasio pembayaran dividen sebesar 75% seperti selama ini, meski berniat membangun bandara. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati