Kedai yang menawarkan minuman kopi sebagai menu utama makin marak bermunculan seiring merebaknya tren gerai kopi yang digunakan sebagai tempat kongkow di kalangan anak muda hingga kaum eksekutif muda. Minuman berwarna hitam pekat yang memiliki rasa pahit kini tidak hanya dijajakan di warung-warung pinggir jalan, tapi sudah populer dijajakan di booth pinggir jalan hingga berkonsep kedai kopi ekslusif di mal-mal. Ya, menyeruput kopi kini memang sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat metropolitan. Untuk mengetahui perkembangan terkini tawaran usaha kedai kopi dan prospeknya, kali ini KONTAN akan kembali mengulas sejumlah tawaran bisnis kedai kopi dengan pola kemitraan yaitu dari Coffeland Indonesia, Lopecoffee dan Coffezone. Berikut ulasannya: Coffeland Indonesia
Usaha kedap kopi ini didirikan oleh Micko Irawan sejak tahun 2009 di Bandung, Jawa Barat. Ketika KONTAN mengulas kemitraan usaha kopi ini pada tahun 2011, Coffeland baru berhasil menjaring dua mitra usaha. Kini, jumlah mitra usaha sudah berkembang menjadi sembilan. Beberapa diantara berada di Bandung, Bogor, dan Jakarta. Berselang tiga tahun, banyak yang berubah dari paket kemitraan coffeland Indonesia. Sejak tahun 2013 lalu Micko menambahkan paket kemitraan menjadi empat paket yaitu, paket booth, mini café, coffeeshop, dan coffee mobile. "Yang terbaru adalah coffeeshop dan coffee mobile," katanya pada KONTAN. Untuk investasi usaha mulai dari Rp 35 juta sampai dengan Rp 300 juta, tergantung dari paket investasi yang dipilih. Dalam sebulan omzet mitra bisa mencapai Rp 20 juta hingga Rp 30 juta. Berdasarkan perhitungan Micko mitra sudah bisa balik modal sekitar 12 bulan. Coffeland Indonesia ini terbilang unik karena Micko mengklaim menjual tujuh varian kopi original yang berasal tujuh wilayah di Indonesia. Harga jual dibandrol mulai dari Rp 8.000 hingga Rp 75.000 per gelas. Selain menjual kopi original, mereka juga menjual kopi lainnya seperti cappuccino ginger, lemon tea ginger, ginger latte dan lainnya. Selain, mengembangkan kemitraan usaha kedai kopi dengan brand Coffeland indonesia, Micko juga menawarkan kemitraan gerai kopi dengan brand yang berbeda. Hingga saat ini sudah ada tujuh mitra yang bergabung dengan sistem seperti ini. Lopecoffee Usaha ini mulai berdiri pada Oktober 2010 lalu di Samarinda, Kalimantan Timur. Kemudian pada April 2011, Lopecoffee mulai menawarkan kemitraan usaha. Saat KONTAN mengulas kemitraan ini pada Januari 2014, gerai kopi ini masih memiliki total dua gerai, yakni satu milik pusat dan satu gerai lainnya milik mitra di Berau, Kalimantan Timur. Dicky Permana, Manajer Pengembangan Usaha Lopecoffee menyampaikan, saat ini sudah ada satu mitra lagi yang bergabung di Samarinda, Kalimantan Timur. Ia bilang, penambahan gerai tidak terlalu ekspansif karena manajemen lebih selektif memilih mitra agar keberlangsungan usaha mitra bisa terjaga. Saat ini Dicky mengaku penjualan Lopecoffee sedang mengalami penurunan. Ini membuat si pemilik usaha, Eko Satya Husada harus memotong jam operasional toko dari tutup jam 04.00 WIB hanya hingga jam 24.00 WIB. Saat ini gerai Lopecoffe hanya mendapat pengunjung rata-rata 120 orang-100 orang saja per hari. "Sudah sedikit yang minum kopi di malam hari, jadi solusinya Lopecoffee mengandalkan penjualan makanan sarapan dan makan siang," kata dia. Biasanya, Dicky bilang banyak orang yang minum kopi saat sore hingga malam hari sambil kongkow sampai pagi. Namun, sekarang tidak sebanyak dulu. Maka, dalam waktu dekat Lopecoffee juga akan mengubah namanya menjadi Lopecoffee and Resto yang juga menyediakan makanan utama. "Kita juga menambah menu-menu untuk sarapan dan makan siang. Dari situ banyak orang kerja mampir makan siang di gerai kami, " kata dia. Untuk harga jual kopi saat ini masih sama yaitu berkisar Rp 15.000− Rp 28.000 per gelas, sedangkan harga makanan mulai dari Rp 15.000− Rp 35.000 per porsi. Adapun nilai investasinya tidak ada perubahan, masih senilai Rp 283 juta dengan biaya royalti 10% per bulan. Di masa mendatang, Lopecoffee akan menambah menu baru khususnya untuk jenis minuman kopi agar lebih bervariasi lagi. Dia berharap di tahun 2015 bisa menambah 10 gerai baru di berbagai daerah, tidak hanya di Kalimantan. Coffezone Usaha ini didirikan oleh Utama Budi Iwanto di Surabaya, Jawa Timur pada Juni 2010. Saat diulas pada awal 2013, Coffezone sudah memiliki sembilan mitra yang tersebar di Surabaya, Gresik, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Saat ini jumlah mitranya sudah bertambah mencapai 14 gerai yang tersebar di Sumatera, Jakarta, Bali, Surabaya, dan Balikpapan. Dari jumlah tersebut, sebanyak dua gerai milik pribadi dan sisanya milik mitra. Coffezone memang memiliki konsep menonjolkan produk kopi asli Indonesia, seperti kopi gayo khas Aceh, kopi Toraja, kopi Kintamani, dan kopi Wamena, Papua. Saat ini paket investasi yang ditawarkan Coffezone sudah meningkat. Pada paket Island, harga investasi naik dari Rp 45 juta menjadi Rp 75 juta. Fasilitas yang didapatkan mitra yaitu outlet berukuran 2 meter (m)x2 m, lemari es portable, mesin kopi dan grinder, blender, moka pot, syphon coffee maker, water dispenser, media promosi, dan lima potong seragam karyawan, serta kebutuhan lain. Coffezone memungut biaya royalti Rp 300.000 per bulan untuk paket Island ini. Kedua adalah paket Kafe yang tadinya senilai Rp 75 juta kini naik menjadi Rp. 125 juta. Fasilitas yang didapat sama dengan paket pertama, namun dengan jumlah lebih banyak. Adapun fasilitas tambahan terdiri dari desain ruangan, dua unit sofa, dan lima set tempat duduk. Budi memungut royalti Rp 500.000 per bulan untuk paket kedua ini. Syarat mengambil paket kafe harus menyiapkan ruangan 50 meter persegi (m²). Budi bilang, dirinya punya strategi dan inovasi khusus untuk menambah varian menu. Dia biasanya akan menambah menu baru setiap 6 bulan sekali. Untuk saat ini menu barunya adalah piza, sup bihun, aneka soda. Untuk menu kopi, ada menu baru kopi khusus yang bisa di seduh dengan air dingin. Lalu strategi lainnya adalah dengan menyamakan desain gerai tiap lokasi dengan pelayanan yang berstandar sama. Namun dia sempat mengalami kendala pada bisnisnya ini. Dia terpaksa harus menutup satu gerai milik mitra di daerah Tunjungan, Surabaya akibat mitra tersebut melanggar aturan dengan menggunakan bahan lain dan mengubah resep sehingga menyebabkan cita rasa pada masakan dan khususnya racikan kopi menjadi berbeda. Kendala lain adalah SDM. Dia mengaku sulit mengajarkan karyawan menguasai teknik meracik kopi dan mengolah makanan yang sesuai standar operasional Coffezone. Sehingga, untuk memantau ini Budi melakukan kunjungan ke seluruh gerai mitra tiap tiga bulan sekali. Budi juga masih gencar berpromosi lewat event maupun di sosial media. Rencana kedepan, Budi ingin menambah lima mitra baru di 2015. Mitra harus memiliki standar yang sama, dari segi pelayanan, rasa tiap menu dan juga tampilannya. Erwin Halim, pengamat waralaba dan konsultan dari Proverb Consulting berpendapat, peluang usaha kedai kopi masih menjanjikan. Pasalnya, sejumlah pelaku usaha masih mampu menambah mitra baru. Meski bisnis serupa sudah banyak ditemui di gerai-gerai kecil maupun restoran, namun potensinya masih besar. "Apalagi di kota-kota besar," ujarnya.
Untuk mensiasati persaingan usaha, Erwin melihat banyak pelaku usaha melakukan diferensiasi bisnis yang semakin lebar. Tak sekadar menawarkan menu kopi, tapi juga menawarkan makanan dan minuman yang lain. Ini bisa menambah daya tarik konsumen. Potensi yang masih besar disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan tren di kalangan masyarakat terutama di kota-kota besar. Datang ke kedai kopi itu tak cuma minum kopi. Mereka membayar bukan untuk kopinya, tapi juga untuk tempat dan suasana. Oleh sebab itu, desain interior kedai kopi juga mesti diperhatikan. Sementara bagi pemilik usaha kemitraan yang menemui kendala terkait sumber daya manusia (SDM), Erwin menyarankan agar bisnis tersebut juga menyediakan fasilitas pusat pelatihan tenaga kerja. "Si pewaralaba harus membuka training center, atau punya orang yang bisa melatih tenaga kerja untuk mitra," ujarnya. Sebab, menurutnya, tak semua mitra memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengembangkan bisnis ini. Adapun, untuk usaha kedai kopi di daerah luar Jawa memang tantangannya lebih berat. Pemilik brand bisa mencoba membuka cabangnya sendiri di kota-kota lain yang lebih prospektif. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini