Arus dana asing di SBN mengalir deras



JAKARTA. Investor asing agresif dalam memburu surat berharga negara (SBN) sejak awal tahun 2017.

Merujuk situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 21 Maret 2017, kepemilikan asing di SBN domestik yang dapat diperdagangkan mencapai Rp 709,61 triliun.

Nominal tersebut melonjak Rp 43,8 triliun atau 6,57% (YtD) dari posisi akhir tahun 2016 yang tercatat Rp 665,81 triliun. Porsi kepemilikan asing juga membesar dari semula 37,55% ke level 38,35%.


?I Made Adi Saputra, Analis Fixed Income MNC Securities mengungkapkan, investor asing justru agresif mengakumulasi obligasi pemerintah Indonesia sejak Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atawa The Fed mengerek suku bunga acuannya pada 16 Maret 2017. Suku bunga The Fed naik 25 bps pekan lalu menjadi 0,75% - 1%.

Sebab, negeri Uak Sam disinyalir masih akan akomodatif di waktu mendatang. "Tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga lagi. Karena mereka mau menilai dampak kenaikan 25 bps kemarin terhadap ekonomi AS." terangnya.

Walhasil, pelaku pasar mencari instrumen investasi yang dapat memberikan imbal hasil tinggi dalam waktu dekat. Salah satunya, obligasi negara Indonesia.

Senior Research & Investment Analyst Infovesta Utama Wawan Hendrayana sepakat, besaran imbal hasil surat utang domestik memang atraktif bagi investor asing. Mengutip situs Asian Bonds Online per 22 Maret 2017, yield obligasi pemerintah Indonesia bertenor 10 tahun mencapai 7,12%.

Ini melampaui yield obligasi bertenor sama milik pemerintah Malaysia yang tercatat 4,06%, Filipina 4,97%, Singapura 2,26%, Thailand 2,76%, serta Vietnam 6,12%. "Spread obligasi pemerintah Indonesia dengan negara lain masih cukup lebar. Sangat menarik," tukasnya.

Terlebih Indonesia berpotensi memperoleh kenaikan rating menjadi investment grade dari Standard & Poor's (S&P) pada Mei 2017. Jika prediksi ini terwujud, maka pasar obligasi domestik bisa melaju kencang. Walhasil, investor asing berbondong - bondong mengakumulasi SBN sekarang sebelum harganya membumbung.

Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto sepakat, Indonesia memang menjadi salah satu tujuan investasi di pasar negara berkembang. Sebab, ada ekspektasi Produk Domestik Bruto dalam negeri terus membaik ketimbang tahun lalu.

Apalagi kurs rupiah relatif stabil yang diimbangi dengan cadangan devisa tinggi. "Perbaikan current account defisit dan inflasi juga masih manageable," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto