KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Revisi keenam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 hingga kini tak kunjung terbit. Poin krusial yang dibahas dalam revisi PP tersebut adalah perihal luas wilayah pertambangan paska perpanjangan perizinan dan peralihan status Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Apalagi, beberapa waktu lalu, Kementerian BUMN meminta supaya revisi PP tersebut bisa mengakomodasi penguatan peran BUMN, dan luas wilayah tambang PKP2B yang memperoleh perpanjangan tidak melebihi 15.000 hektare (ha). Para pengusaha batubara pun tampaknya tak ingin luas lahan tambangnya berkurang secara drastis. Sehingga, sejumlah pengusaha batubara skala raksasa meminta supaya lahan pertambangan saat menjadi IUPK bisa sama dengan luas lahan yang dimiliki saat ini.
Chief Executive Officer PT Arutmin Indonesia Ido Hutabarat misalnya, menginginkan supaya luas wilayah tambang bagi perusahaan yang memperoleh perpanjangan bisa sama dengan wilayah eksisting. "Ya keinginan kita bisa perpanjangan eksisting," kata Ido kepada Kontan.co.id, Selasa (30/4). Senada dengan itu, Direktur Utama PT Kideco Jaya Agung Mochamad Kurnia Ariawan mengungkapkan, luas wilayah ini menjadi persoalan yang krusial karena menyangkut kepentingan pemerintah dan swasta. Tak hanya dari sisi pengusaha, menurut Kurnia, pembatasan luas lahan sebesar 15.000 ha juga membuka potensi kerugian dari sisi pendapatan negara.