Arutmin Indonesia akan ajukan perpanjangan perizinan pada semester I tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Arutmin Indonesia bersiap mengajukan permohonan perpanjangan perizinan. Salah satu pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama ini rencananya akan mengajukan permohonan tersebut pada semester I 2019 ini.

Chief Executive Officer PT Arutmin Indonesia Ido Hutabarat mengatakan, saat ini pihaknya tengah menyusun permohonan tersebut dan akan segera diproses untuk diajukan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Sedang kami proses, akan kami ajukan tahun ini, rencananya bisa semester I ini," kata Ido kepada Kontan.co.id, Selasa (30/4).


Masa pengajuan tersebut memang dimungkinkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan minerba. Berdasarkan beleid tersebut, pemegang PKP2B sudah bisa mengajukan permohonan perpanjangan perizinan paling cepat dalam jangka waktu dua tahun dan paling lambat enam bulan sebelum berakhirnya kontrak.

Adapun, kontrak PT Arutmin Indonesia akan berakhir pada 1 November 2020. Setelah proses pengajuan tersebut disetujui, pemegang PKP2B generasi pertama ini bisa berubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Seperti diketahui, pemerintah pun tengah melakukan revisi keenam PP Nomor 23 Tahun 2010. Bersamaan dengan itu, pemerintah pun akan menerbitkan PP tentang perlakuan perpajakan dan/atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam bidang usaha pertambangan batubara.

Namun, hingga saat ini penerbitan paket PP batubara itu masih molor. Padahal, sebelumnya pemerintah menargetkan paket PP tersebut sudah terbit dan bisa diberlakukan pada awal tahun ini.

Ido berharap paket PP tersebut bisa segera terbit. Menurut Ido, ini sangat penting karena berkaitan dengan kepastian hukum dan investasi dalam pertambangan batubara.

"Ya harapan kita bisa cepat keluar. Biar ada kejelasan, apalagi (sektor bidang usaha batubara) perlu investasi jangka panjang," ungkap Ido.

Salah satu poin yang menjadi polemik dalam revisi PP tersebut adalah terkait dengan luas wilayah pertambangan paska PKP2B berubah status menjadi IUPK. Beberapa waktu lalu, Kementerian BUMN meminta supaya revisi PP tersebut bisa mengakomodasi penguatan peran BUMN, dan luas wilayah tambang PKP2B yang memperoleh perpanjangan tidak melebihi 15.000 hektare.

Mengenai hal tersebut, Ido tak mau banyak berkomentar. Ia mengatakan, keputusan tersebut menjadi kewenangan pemerintah. Hanya saja, Ido menginginkan supaya luas wilayah tambang bagi perusahaan yang memperoleh perpanjangan bisa sama dengan wilayah eksisting. "Ya keinginan kami bisa perpanjangan eksisting," tuturnya.

Ido pun berharap PP tentang perpajakan dan penerimaan negara dari bidang usaha batubara bisa mengakomodasi besaran pajak dan royalti yang berlaku saat ini. "Ya kalau bisa fiskalnya, perpajakan dan royalti bisa eksisting juga," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat