Aryaputra ajukan penetapan penundaan objek sengketa



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Aryaputra Teguharta mengajukan permohonan penundaan objek sengketanya melawan Kementerian Hukum dan HAM di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Ada 12 objek sengketa perkara yang diajukan untuk ditunda oleh Aryaputra, yaitu perubahan anggaran dasar PT BFI Finance, Tbk (BFIN) pada 2001, 2007-2009, 2012-2017, data profil BFI serta perbaikan profil BFI pada 2018.

Kuasa hukum Aryaputra Fathan Nautika dari kantor hakim HHR Lawyer menyatakan permohonan penundaan diajukan lantaran kliennya menilai ada kondisi mendesak.


"Sesuai UU PTUN, penundaan bisa dilakukan jika ada keadaan yang mendesak, dimana jika tak ditunda bisa merugikan pemohon," katanya kepada Kontan.co.id seusai sidang perdana di PTUN Jakarta, Kamis (28/6).

Ia menambahkan, keadaan mendesak tersebut misalnya soal isu pelepasan saham BFI, yang diantaranya diklaim milik Aryaputra.

Gugatan Aryaputra terdaftar di PTUN Jakarta dengan nomor perkara 120/G/2018/PTUN.JKT pada 16 Mei 2018. Perkara ini merupakan babak baru soal sengketa saham Aryaputra dengan BFI.

Aryaputra mengklaim masih memiliki saham di BFI, meskipun telah terjadi pengalihan saham-saham tersebut. sengketa saham milik Aryaputra berawal ketika induk perusahaannya, PT Ongko Multicorpora mendapatkan fasilitas kredit dari BFI Finance. Sebanyak 111.804.732 saham Aryaputra, dan 98.388.180 saham milik Ongko jadi jaminan atas fasilitas tersebut.

Kesepakatan tersebut dilakukan pada 1 Juni 1999, dan akan berakhir pada 1 Desember 2000. Dalam salah satu klausul perjanjiannya, jika Ongko tak melunasi tagihannya, maka BFI berhak melego saham-saham tersebut.

Sayangnya hal itu benar terjadi pada 7 Desember 2000. Ketika BFI Finance terjerat proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Sebanyak 210.192.912 total saham dibeli oleh Law Debenture Trust Corporation, perusahaan offshore trustee dari Inggris.

Hal tersebut yang kemudian ditolak Aryaputra, lantaran merasa pengalihan saham tersebut dilakukan tanpa persetujuan Aryaputra. Nah peralihan saham ini yang kemudian disahkan oleh Kemkumham, dan jadi objek sengketa perkara di PTUN

"Tentunya jika permohonan penundaan dikabulkan, maka ada konsekuensi hukumnya, yaitu kembali ke keadaan semula, sebelum terjadinya peralihan saham pada 2001," lanjut Fathan.

Sementara itu BFI yang telah ditetapkan Majelis Hakim sebagai tergugat intervensi, melalui kuasa hukum Anthony Hutapea dari kantor hukum Anthony L.P Hutapea menyatakan, meski permohonan penundaan diakomodasi melalui UU PTUN, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.

"Kalau lihat UU PTUN, dasar soal pengajuan penundaan objek sengketa dapat diterima apabila ada keadaan mendesak, dan dapat merugikan masyarakat," katanya dalam kesempatan yang sama.

Oleh karenanya, dalam sidang selanjutnya yang akan dilaksanakan pada Kamis (5/7), Anthony bilang akan menyiapkan tanggapan atas permohonan penundaan tersebut.

"Karena telah resmi jadi termohon intervensi, kami berkepentingan secara hukum. Dan segera akan disusun jawaban atas gugatan, dan tanggapan soal permohonan penundaan, bahwa hal tersebut tak berdasar," lanjutnya.

Anthony juga membantah klaim Aryaputra yang menyatakan bahwa masih terdapat saham Aryaputra di BFI. Ia bilang seluruh peralihan saham pada 2001 telah dilakukan sesuai RUPS dan telah disetujui oleh Ongko maupun Aryaputra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi