KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pemerintahan Donald Trump dikabarkan segera menagih denda sejumlah US$ 1,7 miliar dari ZTE Corp. Amerika Serikat (AS) akan menghukum dan memperketat kontrol terhadap perusahaan telekomunikasi asal China itu, sebelum mencabut sanksi dan mengizinkannya kembali berbisnis. Seperti dilansir Reuters, Sabtu (2/6), sumber yang mengetahui rencana denda itu, menyebutkan, Washington juga meminta ZTE mengganti dewan dan tim eksekutifnya segera setelah 30 hari. "Tetapi, kesepakatan itu masih belum rampung, hukuman serta persyaratan itu bisa berubah," ujar sumber tersebut. Negosiasi dengan ZTE dilakukan saat Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross menuju Beijing akhir pekan ini untuk pembicaraan perdagangan.
Sementara, perwakilan Departemen Perdagangan AS dan ZTE, belum menanggapi kabar tersebut. Status ZTE juga sempat menjadi tawar-menawar yang penting dalam pembicaraan perdagangan tingkat tinggi antara China dan AS pada awal Mei lalu. Jika Washington mengurangi sanksi terhadap ZTE, China dikabarkan akan membeli lebih banyak barang pertanian buatan Amerika. Presiden AS Donald Trump melalui cuitannya, bulan lalu, mengatakan kepada para pejabat Departemen Perdagangan untuk menemukan cara bagi ZTE agar kembali menjalankan bisnis. Ia kemudian menyebutkan denda sebesar US$ 1,3 miliar dan perubahan dewan serta manajemen puncak, sebagai cara untuk menghukum perusahaan sebelum mengizinkannya kembali berbisnis. Namun, penerapan sanksi yang lebih ringan terhadap ZTE mendapat perlawanan kuat di Kongres. Baik pihak senat Demokrat maupun Republik menuduh Trump tunduk pada tekanan dari Beijing untuk membantu perusahaan yang telah dicap sebagai ancaman bagi keamanan nasional AS. Seperti diketahui, bisnis produsen peralatan telekomunikasi terbesar kedua asal China itu kini lumpuh. Pasalnya, sejak 15 April lalu, Departemen Perdagangan AS melarang seluruh perusahaan AS menjual produk komponen selama tujuh tahun kepada ZTE. Padahal, selama ini ZTE mengandalkan suplai komponen dari perusahaan asal AS. Akibat pelarangan itu, ZTE diperkirakan telah kehilangan pemasukan lebih dari US$ 3 miliar. Pelarangan ini merupakan hukuman bagi ZTE, yang dianggap melanggar perjanjian dengan AS, setelah ZTE tertangkap secara ilegal mengirim barang teknologi AS ke Iran dan Korea Utara pada 2012 lalu. Pada 2017, pengadilan federal menyatakan ZTE bersalah karena melanggar sanksi AS. ZTE harus membayar denda atas pelanggaran itu sebesar US$ 890 juta. Perusahaan yang bermarkas di Shenzhen itu juga setuju memecat empat pegawai senior dan mendisiplinkan 35 staf lainnya. Tapi, pada Maret 2018, ZTE belum mendisiplinkan 35 stafnya. Akibatnya, AS menjatuhkan sanksi pelarangan ekspor selama tujuh tahun dan mencegah ZTE menggunakan hardware atau software yang berasal dari AS.
Meski pemerintah AS diperkirakan menjatuhkan denda sebesar US$ 1,7 miliar, sumber Reuters menyebut, ZTE kemungkinan hanya akan benar-benar membayar sekitar US$ 1 miliar. Sebagai tambahan, perusahaan akan diminta untuk memasukkan US$ 400 juta dalam bentuk escrow. Sebelumnya, pada 2017, ZTE diminta membayar denda perdata dan pidana sebesar US$ 892 juta, dengan tambahan US$ 300 juta ditangguhkan kecuali ada pelanggaran di masa depan. "Sebagai bagian dari kesepakatan baru, denda sebesar US$ 300 juta itu akan masuk dalam escrow di bank AS, bersama dengan tambahan US$ 100 juta," ujar sumber itu. Lanjutnya, AS kemungkinan akan menghitung US$ 361 juta denda perdata yang telah dibayar ZTE tahun lalu sebagai bagian dari denda US$ 1,7 miliar. Sebagai bagian dari perjanjian baru, kata sumber itu, AS ingin ZTE mempekerjakan orang baru untuk mengawasi kepatuhan perusahaan. AS juga ingin perwakilannya melakukan kunjungan lapangan untuk memeriksa klaim ZTE tentang komponen tanpa berkoordinasi dengan pejabat pemerintah China.
Editor: Dupla Kartini