KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyetujui rencana penjualan 40 unit sistem artileri Howitzer Self-Propelled Medium 155mm M109A6 ke Taiwan pada hari Rabu (4/8). Dilansir dari
Reuters, kesepakatan penjualan oleh Pentagon tersebut bernilai hingga US$ 750 juta. Penjualan howitzer ini merupakan tindakan lanjutan AS untuk memberi perlindungan kepada Taiwan setelah pada tahun lalu menjual drone dan pertahanan rudal pantai.
Presiden AS Joe Biden yang menjabat sejak Januari telah menyetujui penjualan senjata komersial secara langsung ke Taiwan. Pemerintahan Biden berupaya meningkatkan kemampuan Taiwan dan mencegah invasi China. Pentagon melaporkan bahwa paket penjualan terbaru, jika disetujui, akan mencakup howitzer, 1.698 kit panduan presisi untuk amunisi, suku cadang, pelatihan, stasiun darat, dan peningkatan untuk howitzer generasi sebelumnya milik Taiwan. Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan Pentagon telah memberi tahu pihak Kongres tentang kemungkinan penjualan paket besar ini pada hari Rabu. Pentagon juga mengatakan BAE Systems Plc akan bertindak sebagai kontraktor utama untuk pengadaan senjata tersebut.
Baca Juga: Sambangi Asia Tenggara, Wapres AS galang dukung untuk lawan pengaruh China Meskipun disetujui oleh Departemen Luar Negeri, pemberitahuan tersebut tidak menunjukkan bahwa sebuah kontrak telah ditandatangani atau bahwa negosiasi telah selesai.
Pada hari Kamis (5/9), pemerintah Taiwan dalam pernyataan resminya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah AS, mengatakan bahwa penjualan itu akan membantu pasukan darat mereka dalam meningkatkan kapasitas untuk reaksi cepat dan tembakan pendukung. Kementerian Pertahanan Taiwan juga menyebut bahwa dukungan dari AS yang berkelanjutan ini merupakan dasar yang penting untuk menjaga stabilitas regional. Layaknya banyak negara lain, AS memang tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan Taiwan. Tetapi, AS telah menetapkan aturan untuk memberikan dukungan pertahanan kepada Taiwan. AS kini menjadi pendukung internasional utama Taiwan atas dasar mendukung sistem demokrasi yang dianutnya. China yang masih berupaya menarik kembali Taiwan ke kedaulatannya jelas merasa terganggu akan kehadiran AS.