AS-China gencatan, Sri Mulyani: Risiko ketidakpastian tetap ada



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku lega dengan terwujudnya kesepakatan antara Amerika Serikat dan China untuk menahan tensi dagangnya mulai awal tahun depan selama periode 90 hari.

Selain memanfaatkan kondisi global yang lebih pasti saat ini, Sri Mulyani menilai Indonesia tetap harus mengantisipasi potensi ketidakpastian yang masih ada di tahun 2019.

Usai menghadiri KTT G20 di Buenos Aires, Argentina, Sri Mulyani menyimpulkan bahwa persoalan dagang antara AS dan China bukanlah masalah yang mudah untuk diatasi. Sebab, letak permasalahannya ada pada kondisi yang tidak seimbang pada struktural dagang kedua negara raksasa ekonomi tersebut.


"Jadi, ekonomi dunia ini akan konstan terus-menerus di dalam potensi ketidakpastian karena memang dalam konteks struktur ekonomi dunia pun ada ketidakseimbangan," ujar Sri Mulyani dalam paparannya di hadapan ratusan CEO perusahaan nasional, Senin (3/12).

Di sisi lain, Sri Mulyani mengharapkan dalam periode 90 hari masa kesepakatan, AS dan China bisa mencapai sepakat dalam hal fundamental lainnya di luar masalah perdagangan, antara lain masalah hak asasi ekonomi (property rights) maupun masalah terkait teknologi digital yang sensitif.

Yang juga menjadi perhatian utama Sri Mulyani, ialah memudarnya semangat multikulturalisme antar negara G20.

"Multikulturalisme menjadi semakin kurang penting dan menjadi mekanisme yang makin kurang diandalkan. Jadi langsung berhubungan bilateral saja di mana kepastian dalam mekanisme dispute settlement menjadi sangat tidak ada," terang dia.

Namun, Sri Mulyani tetap memandang positif pertemuan G20 yang mempertemukan para pemimpin negara untuk membahas kondisi dan risiko perekonomian global, bahkan mendorong munculnya kesepakatan antara AS dan China untuk sementara waktu.

Selain wacana mereformasi kebijakan WTO sesuai dengan permintaan banyak pemimpin negara, reformasi terkait perpajakan internasional dipastikan tetap berjalan, menurut Sri Mulyani.

"Bahkan mungkin akan ada kesepakatan di tahun 2020 yang mencakup perpajakan sektor digital yang akan diatur secara internasional prinsip-prinsipnya. Itu baik karena selama ini transaksi digital memang border-less, jadi ini memerlukan suatu kesepakatan secara dunia," tandas dia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto