AS: China Rajanya Produk Bajakan dan Produk Palsu



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) Katherine Tai mengatakan dalam sebuah laporan pada hari Selasa (31/1/2023), China memimpin dunia dalam produk palsu dan bajakan. USTR mengidentifikasi WeChat, aplikasi obrolan paling populer di China, sebagai "salah satu platform terbesar untuk barang palsu."

“Barang palsu dan bajakan dari China, bersama dengan barang yang dikirim dari China ke Hong Kong, menyumbang 75% dari nilai barang palsu dan bajakan yang disita oleh Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS pada tahun 2021,” laporan terbaru pemerintah AS dalam Notorious Market.

Informasi saja, notorious market berisi nama-nama perusahaan global, yang diduga menjual barang palsu atau bajakan dan melanggar hak cipta.


Mengutip Reuters, Pemerintah AS mengidentifikasi 39 pasar online dan 33 pasar fisik yang dilaporkan terlibat dalam atau memfasilitasi pemalsuan merek dagang atau pembajakan hak cipta yang substansial.

"Ini termasuk terus mengidentifikasi ekosistem e-commerce WeChat sebagai salah satu platform terbesar untuk barang palsu di China," tambahnya.

Baca Juga: Dekati Arab Saudi, China Berusaha Bentuk Zona Perdagangan Bebas China-Teluk

WeChat adalah aplikasi obrolan paling populer di China dengan lebih dari satu miliar pengguna aktif dan dimiliki oleh perusahaan teknologi China Tencent Holdings Limited.

Laporan tersebut menuduh WeChat menyediakan ekosistem e-niaga yang memfasilitasi distribusi dan penjualan produk palsu kepada pengguna platform WeChat secara keseluruhan.

"Pasar online yang berbasis di China, AliExpress, Baidu Wangpan, DHGate, Pinduoduo, dan Taobao juga tetap menjadi bagian dari daftar pasar terkenal, bersama dengan tujuh pasar fisik di China yang semakin banyak menggunakan etalase fisik untuk mendukung penjualan barang palsu secara online," jelas Kantor USTR.

Pemerintah AS menambahkan situs e-niaga yang dioperasikan oleh Tencent dan raksasa teknologi China Alibaba Group Holding Ltd ke dalam daftar notorious market pada awal 2022.

"Daftar notorious market adalah alat penting yang mendesak sektor swasta dan mitra dagang kami untuk mengambil tindakan terhadap praktik berbahaya ini," kata Tai pada hari Selasa.

Baca Juga: Selangkah Lebih Dekat, China Berambisi Kuasai Pasar Otomotif Global

Pemerintah China mengatakan pada saat itu tidak setuju dengan keputusan pemerintah AS untuk memasukkan beberapa situs e-commerce ke dalam daftar, menyebut tindakan itu sebagai hal yang "tidak bertanggung jawab."

Tencent juga mengatakan pada saat itu sangat tidak setuju dengan keputusan tersebut dan Alibaba mengatakan akan terus bekerja sama dengan lembaga pemerintah untuk mengatasi masalah perlindungan kekayaan intelektual di seluruh platformnya.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie