AS dan Selandia Baru laporkan RI ke forum WTO



JAKARTA. Keinginan pemerintah untuk menekan impor produk pangan dengan pembatasan impor produk hortikultura menuai protes dari dua negara pengekspor hortikultura, yakni Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru. Pemerintah kedua negara ini memprotes kebijakan pemerintah Indonesia dan melaporkannya ke forum organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO).

Gusmardi Bustami, Staf Ahli Menteri Perdagangan membenarkan adanya laporan dari AS dan Selandia Baru ini dan mengaku siap untuk menjelaskan kebijakan perdagangan Indonesia kepada dua negara tersebut. "Kami akan menyelesaikan sengketa ini dengan menjelaskan kebijakan perdagangan Indonesia lewat jalur bilateral dengan kedua negara," ujarnya kepada KONTAN, Minggu (22/3).

Menurutnya, AS dan Selandia Baru sebenarnya telah mengajukan keberatan atas kebijakan impor pangan Indonesia sejak Januari 2013 lalu. Pemerintah pun sudah merespon lewat dua kali pertemuan pada Februari 2013 dan Juni 2014 silam dengan memberikan jawaban yang lengkap.


Untuk itu, Gusmardi memastikan pemerintah telah siap untuk menghadapi sengketa dagang dengan kedua negara ini dalam forum WTO jika kedua negara ini merasa tak puas dengan jawaban Indonesia. "Umumnya, negara seperti AS dan Selandia Baru memprotes kebijakan rekomendasi izin impor Indonesia lewat kuota, sehingga tak dibuka secara bebas," katanya.

Michael Froman, Wakil Perdagangan AS seperti yang dikutip dari Reuters mengatakan, tindakan melaporkan Indonesia ke WTO ini demi para petani di AS yang harus menanggung beban akibat pembatasan impor produk hortikultura dari beberapa negara besar, seperti Indonesia. 

Tim Groser, Menteri Perdagangan Selandia Baru menambahkan bahwa akses ke pasar pertanian sangat penting bagi Selandia Baru. “Ekspor pertanian adalah urat nadi ekonomi kami,” imbuh Groser. 

Asal tahu saja, pembatasan impor yang diterapkan Indonesia meliputi apel, anggur, kentang, bawang, bunga, jus, buah kering, ayam, dan daging sapi. Pada 2014, penerapan izin impor yang meliputi pembatasan kapan produk bisa diimpor, harga, dan besaran volumenya telah berdampak ke ekspor AS ke Indonesia yang nilainya sekitar US$ 200 juta, termasuk US$ 122 juta dari buah dan sayuran, serta produk hortikultura. 

Khafid Sirotuddin, Ketua Umum Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo) menganggap, pelaporan ke WTO merupakan sikap terburu-buru. Sebab, yang terjadi bukan akibat pembatasan impor, tapi permintaan pasar produk buah dan sayur impor telah turun cukup tajam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto