JAKARTA. Besok, Kamis (17/10), merupakan tenggat waktu bagi Amerika Serikat (AS) untuk menaikkan pagu utang (debt ceiling) agar terhindar dari ancaman default alias gagal bayar. Pemerintah sudah menyiapkan amunisi untuk mensiasati apabila kondisi default benar-benar terjadi.Wakil Menteri Keuangan II Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah sudah melakukan langkah antisipasi. Pertama, pemerintah sudah perkuat cadangan devisa (cadev). Indonesia saat ini sudah memiliki dana darurat senilai US$ 42,5 miliar sebaga dana siaga alias second line of defense.Seperti diketahui, pada Sabtu kemarin (12/10) Bank Indonesia (BI) meneken perjanjian bilateral currency swap arrangement (BCSA) senilai US$ 10 miliar dengan Bank Sentral Korea. Sebelumnya, BI telah menandatangan perjanjian serupa dengan Bank Sentral Jepang (BoJ) senilai US$ 12 miliar dan Bank The People's Bank of China senilai US$ 15 miliar.Selain dengan Jepang, China dan Korea, Indonesia juga sudah memiliki fasilitas dana siaga dalam bentuk defered drawdown option (DDO) sebesar US$ 5,5 miliar. Rinciannya, Bank Dunia senilai US$ 2 miliar, Bank Pembangunan Asia (ADB) senilai US$ 500 juta, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) senilai US$ 1,5 miliar serta dari Pemerintah Australia sebesar US$ 1 miliar."Cadev kita kalau ada BSA, jika ada apa-apa nantinya kita punya backup," ujar Bambang di Jakarta, Rabu (16/10).Kedua, pemerintah mempunyai kebijakan untuk perbaikan deficit current account (CAD) atawa transaksi berjalan. Kebijakan perbaikan defisit ini penting agar investor tertarik masuk ke Indonesia.Pemerintah dalam empat paket kebijakan yang diumumkan Agustus 2013 lalu memang mengeluarkan sejumlah kebijakan memperbaiki CAD. Misalnya, pemerintah menetapkan pencampuran bahan bakar nabati (BBN) biodiesel sebesar 10% ke dalam bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Ini dilakukan untuk mengurangi impor migas, di mana penyumbang CAD terbesar berasal dari sektor ini.Kepala Ekonom Mandiri Destry Damayanti menilai langkah pemerintah untuk mengatasi perekonomian dunia yang sedang bergejolak ini sudah baik. Pemerintah sudah menyiapkan sejumlah dana siaga sebagai bentuk antisipasi. Destry berpendapat, pemerintah harus memperbanyak perjanjian BSA lagi. "Karena ketidakpastian global masih tinggi," tandasnya.Amerika, kalau sampai terjadi gagal utang maka market akan crash, saham jeblok, dan yield naik. Imbasnya, orang akan cenderung untuk memegang dolar AS dalam bentuk tunai. Tentu kalau pemerintah tidak bersiap diri maka capital inflow yang sudah masuk bisa keluar lagi.Oleh karena itu, selain memperbanyak BSA, pemerintah juga harus mengimplementasikan paket kebijakan yang diumumkan Agustus kemarin. Ini agar pasar bergairah lagi dan investor tertarik untuk menanamkan investasinya di Indonesia, khususnya di sektor minyak dan gas.Implementasi paket kebijakan ini dirasa kurang dan tidak komprehensif. "Perlu lebih dikonkritkan lagi. Ini pekerjaan rumah kita," tukas Destry. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
AS Default, ini amunisi yang disiapkan pemerintah
JAKARTA. Besok, Kamis (17/10), merupakan tenggat waktu bagi Amerika Serikat (AS) untuk menaikkan pagu utang (debt ceiling) agar terhindar dari ancaman default alias gagal bayar. Pemerintah sudah menyiapkan amunisi untuk mensiasati apabila kondisi default benar-benar terjadi.Wakil Menteri Keuangan II Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah sudah melakukan langkah antisipasi. Pertama, pemerintah sudah perkuat cadangan devisa (cadev). Indonesia saat ini sudah memiliki dana darurat senilai US$ 42,5 miliar sebaga dana siaga alias second line of defense.Seperti diketahui, pada Sabtu kemarin (12/10) Bank Indonesia (BI) meneken perjanjian bilateral currency swap arrangement (BCSA) senilai US$ 10 miliar dengan Bank Sentral Korea. Sebelumnya, BI telah menandatangan perjanjian serupa dengan Bank Sentral Jepang (BoJ) senilai US$ 12 miliar dan Bank The People's Bank of China senilai US$ 15 miliar.Selain dengan Jepang, China dan Korea, Indonesia juga sudah memiliki fasilitas dana siaga dalam bentuk defered drawdown option (DDO) sebesar US$ 5,5 miliar. Rinciannya, Bank Dunia senilai US$ 2 miliar, Bank Pembangunan Asia (ADB) senilai US$ 500 juta, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) senilai US$ 1,5 miliar serta dari Pemerintah Australia sebesar US$ 1 miliar."Cadev kita kalau ada BSA, jika ada apa-apa nantinya kita punya backup," ujar Bambang di Jakarta, Rabu (16/10).Kedua, pemerintah mempunyai kebijakan untuk perbaikan deficit current account (CAD) atawa transaksi berjalan. Kebijakan perbaikan defisit ini penting agar investor tertarik masuk ke Indonesia.Pemerintah dalam empat paket kebijakan yang diumumkan Agustus 2013 lalu memang mengeluarkan sejumlah kebijakan memperbaiki CAD. Misalnya, pemerintah menetapkan pencampuran bahan bakar nabati (BBN) biodiesel sebesar 10% ke dalam bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Ini dilakukan untuk mengurangi impor migas, di mana penyumbang CAD terbesar berasal dari sektor ini.Kepala Ekonom Mandiri Destry Damayanti menilai langkah pemerintah untuk mengatasi perekonomian dunia yang sedang bergejolak ini sudah baik. Pemerintah sudah menyiapkan sejumlah dana siaga sebagai bentuk antisipasi. Destry berpendapat, pemerintah harus memperbanyak perjanjian BSA lagi. "Karena ketidakpastian global masih tinggi," tandasnya.Amerika, kalau sampai terjadi gagal utang maka market akan crash, saham jeblok, dan yield naik. Imbasnya, orang akan cenderung untuk memegang dolar AS dalam bentuk tunai. Tentu kalau pemerintah tidak bersiap diri maka capital inflow yang sudah masuk bisa keluar lagi.Oleh karena itu, selain memperbanyak BSA, pemerintah juga harus mengimplementasikan paket kebijakan yang diumumkan Agustus kemarin. Ini agar pasar bergairah lagi dan investor tertarik untuk menanamkan investasinya di Indonesia, khususnya di sektor minyak dan gas.Implementasi paket kebijakan ini dirasa kurang dan tidak komprehensif. "Perlu lebih dikonkritkan lagi. Ini pekerjaan rumah kita," tukas Destry. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News