AS Diprediksi Akan Kembali Menggagalkan Upaya Gencatan Senjata di Gaza



KONTAN.CO.ID - Amerika Serikat kembali menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka akan menggagalkan upaya gencatan senjata di Gaza, setelah mengatakan akan memblokir resolusi lain yang akan segera diajukan di PBB.

Melansir Al Jazeera, Aljazair memang telah mengusulkan agar resolusi baru diajukan melalui pemungutan suara pada hari Selasa di Dewan Keamanan PBB (DK PBB).

Proposal yang diajukan oleh Aljazair pada intinya mengupayakan gencatan senjata kemanusiaan sesegera mungkin.


Usulan Aljazair untuk melakukan pemungutan suara muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa Israel merencanakan invasi darat ke Rafah. Badan-badan bantuan dan PBB telah memperingatkan bahwa serangan darat terhadap Rafah bisa menjadi bencana besar.

Baca Juga: PBB: Serangan Israel ke Rafah Bisa Memicu Pembantaian

Merespons permintaan Aljazair tersebut, Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan bahwa proposal tersebut tidak bisa diadopsi jika hasil voting sesuai dengan rancangannya.

"Jika hasil pemungutan suara sesuai dengan rancangannya, maka hal tersebut tidak akan diadopsi," kata Thomas-Greenfield hari Sabtu (17/2).

Utusan AS itu merasa resolusi tersebut dapat bertentangan dengan harapan mereka bahwa gencatan senjata seharusnya dicapai melalui diplomasi, yaitu pembicaraan antara Israel dan Hamas yang juga dimediasi oleh Qatar dan Mesir.

Pernyataan tersebut seolah menandakan bahwa AS akan menggunakan hak vetonya untuk membatalkan hasil pemungutan suara hari Selasa nanti.

Baca Juga: Korea Utara Menyebut AS Telah Menyalahgunakan Hak Veto

AS telah menggunakan hak vetonya untuk mendukung Israel di DK PBB dalam puluhan kesempatan, yang terbaru terjadi pada awal Desember 2023 ketika mereka memveto resolusi gencatan senjata yang diajukan oleh Uni Emirat Arab.

Perjanian lain, yang dibahas di luar DK PBB, mengusulkan gencatan senjata selama berminggu-minggu.

Selama fase itu, tawanan Israel yang ditahan di Gaza dapat ditukar dengan tahanan Palestina di penjara-penjara Israel. Nantinya akan ada lebih banyak bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Jalur Gaza yang terkepung.

Sayangnya, pembicaraan itu mengalami hambatan karena Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut tuntutan Hamas "menggelikan". Qatar sebagai mediator pun menyebut diskusi tersebut tidak menjanjikan.