AS Incar Pembangunan Pelabuhan Baru di Filipina, Menghadap Langsung ke Taiwan



KONTAN.CO.ID - Militer AS sedang menjajaki kemungkinan untuk membangun pelabuhan sipil baru di Filipina, tepatnya di kawasan pulau terpencil yang menghadap langsung ke Taiwan. 

Mengutip Reuters, pelabuhan sipil tersebut rencananya akan berdiri di kepulauan Batanes yang jaraknya kurang dari 200 km dari Taiwan. Langkah ini bisa dipastikan akan memicu kecaman keras dari China yang memang selalu marah dengan kehadiran AS di sekitar Taiwan.

Marilou Cayco, gubernur provinsi kepulauan Batanes, mengatakan bahwa dia telah mencari dana dari AS untuk pembangunan pelabuhan alternatif di sana. Keputusan akhir terkait pembangunan pelabuhan ini diharapkan bisa diambil pada bulan Oktober.


Pelabuhan sipil tersebut akan disiapkan untuk membantu kegiatan pembongkaran kargo dari ibu kota, Manila, ketiga arus laut menjadi ganas di musim hujan. Pulau Basco rencananya akan jadi lokasi pelabuhan baru tersebut.

Baca Juga: Sektor Perjudian Filipina Berkembang Pesat, Jadi Favorit Para Pejudi Asia

Kehadiran Militer AS di Filipina

Awal tahun ini Filipina resmi memberikan akses kepada militer AS untuk menggunakan empat pangkalan militer yang ada di Filipina.

Keempat lokasi yang diumumkan adalah pangkalan angkatan laut Camilo Osias di Sta Ana dan bandara Lal-lo, keduanya di provinsi Cagayan, dan Camp Melchor Dela Cruz di Gamu, provinsi Isabela, dan pulau Balabac di lepas pantai Palawan.

Semua lokasinya cukup strategis dan menghadap langsung Laut China Selatan.

Isabela dan Cagayan menghadap ke utara menuju Taiwan, sementara Palawan berada di dekat Kepulauan Spratly yang disengketakan dengan China di Laut China Selatan.

Baca Juga: Filipina Akhirnya Mengungkap 4 Lokasi Pangkalan Militer AS yang Baru

Lokasi pelabuhan baru berada di sekitar Selat Bashi yang dianggap sebagai titik sempit bagi kapal-kapal yang bergerak antara Pasifik barat dan Laut Cina Selatan yang disengketakan.

Selat itu juga merupakan jalur air utama jika invasi China ke Taiwan terjadi. Militer China secara teratur mengirimkan kapal dan pesawat melalui jalur tersebut.

Para pejabat militer Filipina meyakini bahwa setiap konflik militer di Selat Taiwan pasti akan berdampak pada Filipina. Selain karena kedekatan geografis, saat ini ada lebih dari 150.000 warga Filipina yang tinggal di Taiwan dan berpotensi mengalami kesulitan di masa konflik.