KONTAN.CO.ID. Amerika Serikat (AS) kembali meningkatkan tekanannya terhadap Venezuela. Penjaga Pantai AS (U.S. Coast Guard) tengah mengejar sebuah kapal tanker minyak di perairan internasional dekat Venezuela. Jika berhasil, ini akan menjadi operasi pengejaran kedua dalam akhir pekan ini dan yang ketiga dalam kurun waktu kurang dari dua pekan terakhir. Seorang pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa kapal tersebut merupakan bagian dari “armada gelap” yang dikenai sanksi dan digunakan untuk menghindari pembatasan perdagangan minyak Venezuela.
Baca Juga: Jepang Bersiap Nyalakan Kembali PLTN Terbesar Dunia, 15 Tahun Usai Fukushima Kapal itu disebut mengibarkan bendera palsu dan berada di bawah perintah penyitaan pengadilan. Pejabat lain menambahkan bahwa kapal tanker tersebut memang masuk dalam daftar sanksi AS, meski hingga kini belum dilakukan proses naik kapal. Ia menjelaskan bahwa intersepsi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk dengan mendekatkan kapal atau pesawat ke target. Para pejabat yang berbicara secara anonim tidak menyebutkan lokasi spesifik maupun nama kapal. Namun, kelompok manajemen risiko maritim asal Inggris, Vanguard, bersama sumber keamanan maritim AS, mengidentifikasi kapal tersebut sebagai Bella 1, sebuah
very large crude carrier (VLCC) yang masuk daftar sanksi Departemen Keuangan AS sejak tahun lalu karena memiliki keterkaitan dengan Iran. Menurut data TankerTrackers.com, Bella 1 dalam kondisi kosong saat mendekati Venezuela pada Minggu (21/12). Kapal ini tercatat pernah mengangkut minyak Venezuela ke China pada 2021 berdasarkan dokumen internal perusahaan minyak negara PDVSA, serta sebelumnya membawa minyak mentah Iran.
Baca Juga: Korut Gondol US$ 2 M Kripto di 2025: Rekor Pencurian Terbesar Sepanjang Sejarah Kampanye Tekanan Era Trump Gedung Putih belum memberikan komentar resmi terkait operasi terbaru ini. Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan “blokade” terhadap seluruh kapal tanker minyak yang dikenai sanksi dan keluar-masuk Venezuela. Kampanye tekanan AS terhadap Presiden Venezuela Nicolas Maduro juga mencakup peningkatan kehadiran militer di kawasan serta lebih dari dua lusin serangan militer terhadap kapal di Samudra Pasifik dan Laut Karibia dekat Venezuela. Serangan tersebut dilaporkan telah menewaskan sedikitnya 100 orang. Sementara itu, kapal tanker The Skipper, VLCC pertama yang disita AS terkait Venezuela pada 10 Desember lalu, telah tiba di Galveston Offshore Lightering Area (GOLA) dekat Houston pada Minggu.
Baca Juga: China Pangkas Kepemilikan Obligasi AS ke Level Terendah Sejak 2008, Ini Alasannya Kapal tanker raksasa tidak dapat melintasi jalur pelayaran Houston karena keterbatasan kedalaman, sehingga biasanya memindahkan muatan ke kapal yang lebih kecil di GOLA. Direktur Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih, Kevin Hassett, mengatakan dua kapal tanker pertama yang disita beroperasi di pasar gelap dan memasok minyak ke negara-negara yang juga dikenai sanksi. “Saya tidak pikir masyarakat di AS perlu khawatir harga minyak akan naik akibat penyitaan kapal-kapal ini. Jumlahnya hanya sedikit dan itu kapal pasar gelap,” kata Hassett dalam wawancara dengan CBS. Namun, analis menilai langkah AS ini berpotensi mendorong harga minyak sedikit lebih tinggi saat perdagangan Asia dibuka. Analis UBS Giovanni Staunovo mengatakan pasar bisa melihat langkah ini sebagai eskalasi, karena semakin banyak barel minyak Venezuela yang terancam. Presiden Venezuela Nicolas Maduro sebelumnya menegaskan bahwa perdagangan minyak negaranya akan tetap berjalan.
Baca Juga: Harta Karun di Laut China: Deposit Emas Terbesar Asia Ditemukan Meski demikian, analis memperingatkan fokus baru AS terhadap kapal tanker akan meningkatkan risiko geopolitik dan berpotensi menekan pendapatan minyak Venezuela. Dampaknya bisa terasa cepat, terutama jika volume ekspor Venezuela turun signifikan dan tangki penyimpanan minyak cepat penuh, yang pada akhirnya memaksa negara anggota OPEC tersebut memangkas produksi, ujar Francisco Monaldi, Direktur Program Energi Amerika Latin di Baker Institute, Rice University.