AS Minta Papua Nugini Menjauh dari China



KONTAN.CO.ID - Departemen Luar Negeri AS mendesak Papua Nugini untuk menolak ajakan dialog China yang berpotensi melahirkan pakta keamanan baru.

AS mengingatkan kepada Papua Nugini bahwa setiap hubungan dengan China memiliki konsekuensi dan harga berat yang harus dibayar di masa depan.

"Kita telah melihat bahwa komitmen China memerlukan biaya yang besar. Itu yang ingin kami sampaikan kepada Papua Nugini," kata Wakil Menteri Luar Negeri AS, Richard Verma, dalam wawancara dengan Sydney Morning Herald yang dirilis hari Senin (5/2).


Verma turut mengingatkan adanya janji palsu rezim otoriter China dan adanya jebakan utang yang dirasakan oleh negara yang memiliki perjanjian investasi dengan China.

Baca Juga: AS Siapkan US$118 Miliar untuk Bantu Israel dan Ukraina Berperang

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Papua Nugini, Justin Tkachenko, mengatakan bahwa pihaknya pekan lalu telah melakukan pembicaraan awal dengan China mengenai rencana pakta keamanan tersebut.

"China telah menawarkan bantuan kepada kepolisian Papua Nugini dengan pelatihan, peralatan dan teknologi pengawasan," kata Tkachenko, dikutip Reuters.

Bagi AS, hubungan di sektor keamanan antara Papua Nugini dan China akan mampu menghalangi pengaruhnya di Pasifik.

Selama beberapa dekade, AS dan Australia selalu melihat Pasifik sebagai wilayah sasaran untuk menyebarkan pengaruh politik. 

Baca Juga: Kim Jong Un Minta Angkatan Laut Korea Utara Terus Siapkan Kemampuan Perang

Keduanya juga terus berusaha menghalangi negara-negara kepulauan di kawasan tersebut untuk menjalin hubungan keamanan dengan China, terutama sejak China menandatangani pakta keamanan dengan Kepulauan Solomon pada tahun 2022.

Verma juga telah secara tegas mengatakan bahwa AS sedang melakukan kompetisi untuk mendapatkan pengaruh di wilayah Pasifik yang kaya sumber daya. Dirinya mengatakan bahwa AS harus bersaing dengan agresif.

"Kami ingin melihat masyarakat memilih pengaturan keamanan atau peluang investasi atau konektivitas maju dengan negara-negara yang mematuhi aturan, yang memenuhi standar internasional. China telah menunjukkan bahwa mereka tidak melakukan hal tersebut," kata Verma.