AS rekomendasikan tarif tinggi impor baja dan aluminium



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Amerika Serikat (AS) berencana membuat benteng baru di industri manufakturnya. Kementerian Perdagangan AS merekomendasikan kenaikan tarif impor baja dan aluminium, yang segera dijawab Presiden Donald Trump dalam waktu dua bulan. 

Dalam rilis resminya Jumat (16/2), Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengatakan, AS seharusnya menetapkan tarif impor baja setidaknya 24% dari semua negara. 

Atau, bisa juga diterapkan pada 12 negara pengekspor baja besar, yaitu Brasil, China, Kosta Rika, Mesir, India, Malaysia, Korea Selatan, Rusia, Afrika, Thailand, Turki, dan Vietnam. Tarif impornya bisa diberlakukan setidaknya sampai 53%.


Sedangkan tarif impor untuk aluminium direkomendasikan sebesar 7,7% dari semua negara. Alternatifnya, kenaikan dikenakan untuk beberapa negara saja seperti China, Hong Kong, rusia, Venzuela, dan Vietnam, yaitu sebesar 23,6%. 

Presiden Donald Trump akan memberikan jawabannya pada 11 April 2018 terkait tarif impor baja, dan pada 19 April 2018 untuk impor aluminium.

"Kami akan menunggu jawaban potensial dari Presiden untuk langkah berikutnya," kata Ross pada rilis resminya.

Rekomendasi sebanyak 37 halaman ini berdasarkan Investigasi Seksi 232 dari Trade Expansion Act of 1962. 

Menurut Ross, ada beberapa faktor penyusunan rekomendasi ini. Salah satunya, AS merupakan importir baja terbesar dunia. "Impor baja kita hampir empat kali ekspornya," tulis Ross. 

Sementara itu, dunia memang mengalami kenaikan kapasitas produksi baja, yaitu sampai 2,4 miliar metrik ton. Hal ini mengakibatkan ada pasokan belebih dunia 700 juta ton, atau tujuh kali konsumsi tahunan AS. 

China menjadi sorot penting AS dalam penetapan tarif ini, mengingat Negeri Tirai Bambu ini menjadi pengekspor terbesar dunia. Bahkan, ekses produknya saja melampaui produksi baja AS. 

Perlindungan terhadap produk AS ini diyakini akan meningkatkan kapasitas produksi baja AS dari 73% saat ini menjadi 80%. Sedangkan industri aluminium diperkirakan bisa meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri AS dari 48% menjadi 80%. 

Editor: Sanny Cicilia