KONTAN.CO.ID - TAIPEI/WASHINGTON. Amerika Serikat pada Rabu (18/12/2025) menyetujui penjualan senjata senilai US$11,1 miliar kepada Taiwan, paket persenjataan terbesar yang pernah diberikan Washington kepada pulau tersebut. Keputusan ini diambil di tengah meningkatnya tekanan militer dan diplomatik China terhadap Taiwan. Pengumuman penjualan senjata ini merupakan yang kedua di bawah pemerintahan Presiden AS Donald Trump pada masa jabatan keduanya, dan muncul saat Beijing terus meningkatkan aktivitas militernya di sekitar Taiwan. Pemerintah Taiwan secara tegas menolak klaim kedaulatan China atas wilayahnya.
Baca Juga: Trump Tambah 5 Negara ke Daftar Larangan Masuk AS, Termasuk Palestina dan Suriah Rincian Paket Senjata AS untuk Taiwan
Kementerian Pertahanan Taiwan menyatakan bahwa paket penjualan senjata tersebut mencakup delapan jenis sistem persenjataan, di antaranya:
- Sistem roket HIMARS
- Howitzer artileri
- Rudal antitank Javelin
- Drone amunisi jelajah Altius (loitering munition)
- Suku cadang dan komponen untuk berbagai sistem persenjataan lainnya
“Amerika Serikat terus membantu Taiwan dalam mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang memadai, sekaligus membangun daya tangkal yang kuat dan memanfaatkan keunggulan perang asimetris, yang menjadi fondasi bagi perdamaian dan stabilitas kawasan,” ujar Kementerian Pertahanan Taiwan dalam pernyataannya.
Baca Juga: Dukung Armada Kepresidenan, Angkatan Udara AS Bakal Beli Dua Pesawat Boeing 747-8 Saat ini, paket penjualan tersebut masih berada pada tahap notifikasi ke Kongres AS, di mana parlemen memiliki kesempatan untuk memblokir atau mengubah transaksi tersebut. Namun, dukungan lintas partai di Kongres AS terhadap Taiwan dinilai cukup kuat.
Pentagon: Demi Kepentingan Keamanan Nasional AS
Dalam pernyataan terpisah, Pentagon menegaskan bahwa penjualan senjata ini sejalan dengan kepentingan nasional, ekonomi, dan keamanan Amerika Serikat, serta bertujuan mendukung modernisasi militer Taiwan dan menjaga kapabilitas pertahanan yang kredibel. Atas dorongan Washington, Taiwan dalam beberapa tahun terakhir memang tengah mengubah doktrin militernya menuju perang asimetris, dengan mengandalkan sistem senjata yang lebih mobile, lebih kecil, dan relatif lebih murah, seperti drone dan roket presisi, namun tetap memiliki daya hancur tinggi. Juru bicara Kantor Presiden Taiwan, Karen Kuo, menyatakan bahwa pemerintah akan terus melanjutkan reformasi pertahanan dan memperkuat ketahanan nasional secara menyeluruh. “Negara kami akan terus mendorong reformasi pertahanan, memperkuat ketahanan pertahanan seluruh masyarakat, menunjukkan tekad untuk mempertahankan diri, serta menjaga perdamaian melalui kekuatan,” ujarnya, seraya menyampaikan terima kasih kepada Amerika Serikat.
Anggaran Pertahanan Taiwan dan Reaksi China
Presiden Taiwan Lai Ching-te bulan lalu mengumumkan anggaran pertahanan tambahan sebesar US$40 miliar untuk periode 2026–2033, dengan menegaskan bahwa tidak ada ruang kompromi dalam urusan keamanan nasional.
Baca Juga: Laporan Ketenagakerjaan AS November 2025 Non Farm Payroll Bertambah 64.000 Pekerjaan Sebaliknya, China mengecam keras keputusan AS tersebut. Kementerian Luar Negeri China menilai penjualan senjata ini “sangat merusak perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan”, serta mendesak Washington menghentikan transaksi serupa. “Dengan mempersenjatai ‘kemerdekaan Taiwan’, pihak AS hanya akan membawa bencana bagi dirinya sendiri. Menggunakan Taiwan untuk membendung China pasti akan gagal,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, di Beijing.
Sinyal Kuat Dukungan AS untuk Taiwan
Presiden U.S.-Taiwan Business Council, Rupert Hammond-Chambers, menilai sistem senjata seperti HIMARS—yang telah digunakan secara luas oleh Ukraina melawan Rusia—dapat berperan penting dalam menghancurkan kekuatan invasi China jika terjadi konflik. Ia menyebut paket ini sebagai rekor bantuan keamanan AS untuk Taiwan, sekaligus respons terhadap meningkatnya ancaman China dan dorongan Presiden Trump agar mitra serta sekutu AS lebih serius memperkuat pertahanan mereka sendiri. Pengumuman ini juga menyusul kunjungan tidak diumumkan Menteri Luar Negeri Taiwan, Lin Chia-lung, ke kawasan Washington pekan lalu, untuk bertemu pejabat AS. Agenda pertemuan tersebut tidak diungkapkan, dan Kementerian Luar Negeri Taiwan menolak memberikan komentar.
Hubungan AS–Taiwan dan Strategi Trump
Meski memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Beijing, Amerika Serikat tetap menjalin hubungan tidak resmi dengan Taiwan dan menjadi pemasok senjata utama bagi pulau tersebut.
Baca Juga: Akuisisi Ascent Resources, Investor AS Kimmeridge Ajukan Tawaran Rp 99,6 Triliun Berdasarkan undang-undang AS, Washington wajib menyediakan sarana bagi Taiwan untuk mempertahankan diri—meski kebijakan ini kerap memicu ketegangan dengan China. Strategi keamanan nasional pemerintahan Trump yang dirilis awal bulan ini menegaskan komitmen AS untuk mencegah konflik di Selat Taiwan dengan mempertahankan keunggulan militer di kawasan, sebuah pendekatan yang disambut positif oleh Taipei.
Dokumen tersebut juga menyoroti posisi strategis Taiwan, yang memisahkan Asia Timur Laut dan Asia Tenggara menjadi dua kawasan strategis yang berbeda. China memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, sementara Taiwan secara konsisten menolak klaim tersebut.