AS siap kenakan tarif bagi mainan China, AMI: Peluang bagi Indonesia



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Amerika Serikat akan memberlakukan tarif sebesar 15% terhadap produk mainan impor yang berasal dari Cina. Beberapa pihak menduga hal tersebut berpotensi mendorong penignkatan arus impor mainan dari Cina ke Indonesia.

Berlawanan dengan anggapan tersebut, Asosiasi Mainan Indonesia (AMI) justru melihat hal tersebut sebagai peluang bagi Indonesia. “Dalam perang dagang ini barang jadi (mainan) yang masuk ke Indonesia ga banyak, justru calon investor yang banyak masuk ke Indonesia, jadi bukan barangnya, tapi modalnya,” ujar Ketua AMI, Sutjiadi Lukas, kepada Kontan.co.id (10/09).

Baca Juga: Asosiasi mainan bersama direktorat bea dan cukai adakan sosialisasi perubahan PMK


Sutjiadi menjelaskan bahwa pemberlakuan tarif sebesar 15% yang dibebankan oleh Amerika Serikat terhadap produk-produk mainan yang diimpor dari Cina telah mendorong sejumlah produsen mainan Cina untuk membangun fasilitas produksinya di Indonesia.

Menurut keterangan Sutjiadi, hingga saat ini sudah terdapat lima investor yang telah berminat dan membicarakan ketertarikannya untuk membangun fasilitas produksi di Indonesia. Kelima investor tersebut merupakan produsen mainan yang memiliki basis produksi di Cina.

Menurut Sutjiadi, selain bisa meningkatkan arus modal ke Indonesia, investasi pembangunan pabrik oleh produsen mainan Cina di Indonesia juga dinilai menguntungkan lantaran bisa mendrong proses alih teknologi. Dalam hal ini, teknologi yang dimiliki Cina dalam memproduksi mainan dinilai bermanfaat bagi Indonesia.

Selain itu, hal ini juga berpotensi meningkatkan jumlah ekspor mainan dari Indonesia ke Amerika Serikat dikarenakan proses produksi dilakukan di Indonesia.

Meski demikian, Sutjiadi menilai bahwa Indonesia menghadapi kompetitor seperti Thailand dan Vietnam dalam hal menarik arus investasi. Dalam hal ini, Vietnam dan Thailand dinilai lebih menarik di mata investor karena memiliki keunggulan dalam dua aspek, yakni aspek kemudahan perizinan dan aspek kewajiban yang dibebankan kepada pengusaha.

Dari segi perizinan, Thailand dan Vietnam dinilai memiliki alur proses perizinan yang cenderung tidak memberatkan bagi investor. Hal ini berbeda ketika dibandingkan dengan kondisi di Indonesia.

Baca Juga: Empat investor mainan asal China yang bakal masuk ke Indonesia

Sutjiadi mengatakan bahwa meskipun pemerintah pusat sudah memberlakukan berbagai kebijakan untuk mempermudah masuknya arus investasi ke Indonesia, proses perizinan yang ada dinilai masih dinilai sulit dikarenakan adanya sejumlah “syarat“ tambahan di tingkat daerah baik itu provinsi ataupun kota.

“Meskipun sudah dirampingkan tapi ada saja ‘raja-raja kecil‘ yang memiliki kebijakan-kebijakan sendiri,“ terang Sutjiadi kepada Kontan.co.id (10/09).

Sementara itu dari segi kewajiban, besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ada di Indonesia dinilai masih memberatkan bagi pengusaha dengan adanya besaran UMP yang mencapai Rp 3,9 juta di beberapa daerah. Dalam hal ini, Thailand dan Vietnam menjadi lebih memikat di mata investor lantaran memiliki besaran UMP yang lebih kecil, yaitu maksimal sebesar Rp 3,5 juta apabila disetarakan ke dalam rupiah.

Dengan adanya sejumlah hambatan di atas, Sutjiadi berharap pemerintah bisa terus berupaya untuk mempermudah alur perizinan yang ada hingga ke tingkat daerah. Hal ini menurutnya bisa dilakukan dengan melakukan harmonisasi aturan perizinan dari pusat hingga ke tingkat daerah.

Selain itu, Sutjiadi juga berharap agar pemerintah bisa menurunkan besaran UMP yang dibebankan kepada pengusaha. Menurutnya, besaran sekitar Rp 3 juta – Rp 3,5 juta dirasa ideal baik bagi pengusaha maupun buruh.

Baca Juga: Akusisi Semen Holcim Bikin Semen Indonesia (SMGR) Jadi Lebih Efisien, Ini Alasannya

Meski demikian, Sutjiadi juga mengingatkan bahwa arus investasi pembangunan pabrik yang masuk dari Cina pada nantinya perlu diregulasi agar tidak mengganggu pasar domestik. Menurutnya, hal ini bisa dilakukan dengan cara menerapkan pembatasan-pembatasan tertentu agar investor Cina yang masuk dan membangun pabrik mainan di Indonesia hanya bisa melakukan penjualan secara ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini