KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Amerika Serikat telah melarang impor dari 37 perusahaan Tiongkok yang diduga terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Uyghur, menurut pernyataan dari Departemen Keamanan Dalam Negeri pada Selasa. Langkah ini menargetkan sektor tekstil, pertambangan, dan energi surya yang terkait dengan praktik kerja paksa di wilayah Xinjiang.
Perusahaan yang Masuk Daftar Larangan
Perusahaan-perusahaan yang terkena dampak termasuk Huafu Fashion Co., salah satu produsen tekstil terbesar di dunia, bersama dengan 25 anak perusahaannya. AS menuduh perusahaan-perusahaan ini terlibat dalam praktik kerja paksa dalam industri kapas di Xinjiang.
Baca Juga:
19 Januari 2025 TikTok Angkat Kaki dari AS, Jutaan Pengguna Kecewa! Selain itu, beberapa perusahaan lain yang ditambahkan ke Daftar Entitas Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uyghur meliputi:
- Donghai JA Solar Technology Co., yang memproduksi produk energi surya menggunakan polisilikon dari Xinjiang.
- Hongyuan Green Energy Co., yang juga mendapatkan bahan baku dari wilayah tersebut.
- Zijin Mining Group Co. dan tiga anak perusahaannya, yang mengekstraksi seng, tembaga, dan logam lainnya dari Xinjiang.
Latar Belakang dan Tindakan AS
Penambahan ini meningkatkan jumlah total perusahaan dalam daftar larangan menjadi 144 sejak Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uyghur disahkan pada Desember 2021. Undang-undang ini bertujuan untuk menghentikan impor barang-barang yang terhubung dengan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, termasuk dugaan genosida terhadap etnis Uyghur. Otoritas AS menuduh pemerintah Tiongkok mendirikan kamp-kamp interniran untuk etnis Uyghur dan kelompok agama serta etnis minoritas lainnya di wilayah Xinjiang. Namun, Beijing terus membantah tuduhan ini dan menyebutnya sebagai "upaya politisasi" oleh pihak Barat. Baca Juga:
TikTok dan 5 Perusahaan China Lainnya Dituduh Langgar Privasi Pengguna Uni Eropa Industri yang Terpengaruh
Larangan ini terutama menargetkan industri tekstil, pertambangan, dan energi surya, yang sebagian besar memanfaatkan sumber daya dari Xinjiang. AS menilai bahwa rantai pasokan dari wilayah ini didukung oleh praktik kerja paksa, yang melanggar standar internasional. Dengan tindakan ini, AS terus memperkuat langkah-langkah untuk mencegah barang-barang yang dihasilkan melalui pelanggaran hak asasi manusia masuk ke pasar mereka. Namun, perusahaan-perusahaan yang disebutkan dalam daftar tidak segera memberikan komentar atas langkah tersebut, begitu pula Kedutaan Besar Tiongkok di Washington.
Editor: Handoyo