AS tabuh perang, ekspor impor menjadi taruhan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Timpangnya neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) menjadi pintu masuk AS melancarkan perang dagang dengan RI. Untuk itu, pemerintah menyiapkan skenario, bahkan yang terburuk.

Pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump menabuh genderang perang dagang dengan sejumlah negara. Setelah China dan Turki, Indonesia juga berpotensi menjadi sasaran berikutnya.

AS memulai perang dagang dengan RI melalui tuduhan kalau Pemerintah Indonesia tidak mengikuti putusan yang dijatuhkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 2017 lalu terkait restriksi impor hortikultura dan daging.


Tidak tanggung-tanggung, Negara Uwak Sam ini meminta WTO menjatuhkan sanksi ke RI sebesar US$ 350 juta per tahun, seturut perkembangan perekonomian Indonesia.

Tuntutan AS ini dipandang serius Pemerintah Indonesia. Bahkan Kementerian Perdagangan (Kemdag) RI telah menyiapkan skenario terburuk, bila akhirnya perang dagang terbuka dengan negara perekonomian nomor wahid dunia tersebut akhirnya meletus.

Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kemdag Kasan Muhri mengatakan, sebenarnya Indonesia telah merevisi aturan yang dinilai menghambat impor ke WTO sesuai putusan WTO. Namun, pemerintah tidak berhenti di situ saja. Kemdag sudah menyiapkan langkah-langkah yang akan ditempuh bila AS menembakkan peluru pertama berupa pengenaan Bea Masuk (BM) tinggi untuk produk-produk Indonesia yang masuk ke AS.

"Simulasinya, bila kita dikenakan BM hingga 25% misalnya, maka kita akan balas menaikkan BM produk asal AS sebesar 10% dulu," ujarnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

Kasan melanjutkan, produk Indonesia yang bakal menderita akibat pengenaan BM oleh AS adalah minyak sawit baik itu Crude Palm Oil (CPO), karet, minyak dari batubara, kerajinan dan perhiasan. Termasuk juga barang-barang furnitur yang terpukul dan bisa ekspornya turun lebih dari 70%. Kemudian ekspor alas kaki, produk perikanan seperti udang dan ikan, produk otomotif, garmen, tekstil dan kain juga bakal ikut terseret.

Adapun, dampak bagi industri dalam negeri bila Indonesia menaikkan BM dari AS bisa berupa harga barang impor akan melonjak tinggi. Seperti produk bahan kimia, komputer dan gawai serta permesinan akan naik lebih dari 20%.

Kenaikan harga ini tentu akan mempengaruhi kinerja industri di Indonesia. Untuk itu, Kemdag tengah mendaftar produk apa saja yang bisa di impor dari negera lain selain dari AS. Nantinya, Indonesia akan mengalihkan impor dari negara lain untuk menekan risikonya. Selain itu impor buah dan produk pertanian juga akan turut terseret perang dagang ini.

Pengamat Pertanian IPB Dwi Andreas Santosa mengatakan pemerintah perlu hati-hati menyikapi tuntutan AS tersebut di WTO. Ia bilang, hal ini bisa ditiru oleh negara lain dan membuat Indonesia makin tertekan.

"Selama ini, kita juga masih mengimpor produk kedelai, gandum, buah-buahan termasuk jagung untuk kebutuhan pakan ternak dari AS. Sebaiknya pemerintah mencari jalan tengah berupa kesepakatan dagang dengan AS," ujarnya memberi saran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie