KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Amerika Serikat (AS) memveto resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyerukan gencatan senjata di Gaza pada Rabu (20/11), memicu kritik terhadap pemerintahan Presiden Joe Biden. Resolusi tersebut bertujuan menghentikan konflik antara Israel dan Hamas, yang telah berlangsung selama lebih dari 13 bulan. Resolusi yang diajukan oleh 10 anggota tidak tetap Dewan Keamanan menyerukan "gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen" serta pembebasan sandera. Dalam pemungutan suara, hanya AS yang menolak, menggunakan hak vetonya sebagai anggota tetap.
Baca Juga: Amerika Serikat (AS) akan Veto Resolusi DK PBB tentang Perang Gaza Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Robert Wood, menjelaskan bahwa Washington hanya mendukung resolusi yang secara tegas menyerukan pembebasan sandera sebagai bagian dari gencatan senjata. "Akhir perang yang langgeng harus dicapai dengan pembebasan para sandera. Kedua tujuan mendesak ini saling terkait erat. Resolusi ini mengabaikan kebutuhan itu, dan karena alasan itu, Amerika Serikat tidak dapat mendukungnya," ujar Wood. Menurut Wood, usulan resolusi tersebut akan memberikan "pesan berbahaya" kepada Hamas bahwa mereka tidak perlu kembali ke meja perundingan. Keputusan AS memveto resolusi ini mendapat kecaman dari anggota Dewan Keamanan lainnya. Duta Besar Malta untuk PBB, Vanessa Frazier, menyesalkan tindakan AS, menyebut resolusi itu "sama sekali bukan maksimalis" dan merupakan langkah minimum untuk menangani situasi kritis di Gaza. Baca Juga: Dewan Keamanan PBB Dukung Proposal Gencatan Senjata Israel-Hamas Sementara itu, Duta Besar Prancis Nicolas de Riviere menegaskan bahwa resolusi tersebut telah mencantumkan tuntutan pembebasan sandera. "Prancis memiliki dua sandera di Gaza, dan kami sangat menyesalkan bahwa Dewan Keamanan tidak dapat merumuskan tuntutan ini," ujarnya. Konflik ini telah menyebabkan hampir 44.000 orang tewas di Gaza, sementara seluruh populasi Gaza, sekitar 2,3 juta jiwa, telah terdampak, banyak di antaranya terpaksa mengungsi. Para ahli memperingatkan ancaman kelaparan di kawasan tersebut.