KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pelaku industri keramik di tanah air mengaku siap untuk menyerap lebih besar lagi volume gas industri seharga US$ 6 per MMBtu di gelombang kedua tahun ini. Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto menyampaikan, saat ini pihaknya tengah menunggu kepastian dari pemerintah terkait pemberian tambahan volume gas industri seharga US$ 6 per MMBtu tersebut. Sebelumnya, Asaki telah melaporkan kebutuhan volume gas tambahan sebesar 40 BBtud kepada Kementerian Perindustrian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beberapa waktu lalu.
"Harapan Asaki dalam waktu secepatnya gelombang kedua pemberian harga gas US$ 6 bisa segera terlaksana, karena terbukti mampu meningkatkan daya saing industri keramik," kata Edy kepada Kontan.co.id, Kamis (15/4).
Baca Juga: PGN tegaskan pasokan gas US$ 6 per MMBTU bagi pelanggan industri terlayani seluruhnya Dia bilang, penyerapan gas industri yang berjalan selama setahun ke belakang belum sepenuhnya merata. Seperti misalnya industri keramik yang berada di Jawa Timur, disebut Edy baru menerima 66% harga gas industri US$ 6 per MMBtu dari total pemakaian gas. Sehingga 34% sisanya masih harus dibayar dengan harga mahal, yakni US$ 7,98 per MMBtu. Berbanding terbalik dengan industri keramik di wilayah Jawa Barat yang diakuinya telah seluruhnya menerima stimulus gas industri tersebut. Untuk itu, Asaki berharap industri keramik segera mendapatkan perhatian khsusus dari Kementerian ESDM agar implementasi penyerapan gas industri seharga US$ 6 per MMBtu ini bisa segera teralisasi secara utuh dan diterima sepenuhnya oleh industri keramik di Jawa Timur. "Industri Keramik di Jawa Timur sudah menunggu setahun lebih dan sampai saat ini belum mendapatkan kepastian dari PGN. Industri Keramik di Jatim masih harus membayar sekitar 34% dari total pemakaiannya dengan harga gas lama yang mahal," sebutnya. Kondisi tersebut, dinilai Eddy membuat industri keramik di Jawa Timur harus mengeluarkan ongkos lebih besar sekitar 20% dibandingkan dengan industri keramik di Jawa Barat. Alhasil, industri keramik di Jawa Timur semakin kesulitan untuk bersaing dengan sesama produsen keramik domestik. Tak hanya itu, gempuran produk impor pun diakuinya kian membuat pelik persoalan industri keramik jawa timur saat ini. "Angka impor Kuartal I-2021 menunjukkan pertumbuhan yang cukup mengkhawatirkan sebesar 13%," tambah Edy. Meskipun begitu, Asaki tak memungkiri bahwa stimulus yang diberikan pemerintah telah memberikan kontribusi positif terhadap pemulihan industri keramik lokal. Sebagai gambaran, kinerja yang cukup baik telah terlihat pada Kuartal I 2021, di mana tingkat utilisasi sudah mencapai 75% dari sebelumnya 56% di tahun 2020. Bahkan, tingkat utilisasi saat ini sudah melampaui tingkat utilisasi sebelum pandemi, yaitu sebesar 65% di tahun 2019.
Baca Juga: Kemenperin membuka opsi perluasan implementasi harga gas US$ 6 per MMBTU "Asaki yakin penyerapan volume gas akan semakin meningkat, seiring dengan membaiknya tingkat utilisasi produksi nasional keramik," Edy berujar, implementasi harga gas di Jawa Timur serta pemberian tambahan volume gas industri murah juga dinilai dapat membuka lebar peluang bagi industri keramik lokal untuk menjajaki sejumlah investasi baru. "Menyambut pelarangan pemanfaatan produk impor di proyek infrastruktur dan properti, sebagai informasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) produk keramik nasional berkisar 75%-80%," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi