JAKARTA. Berapa nilai aset Anda sekarang? Nilai deposito, obligasi, properti, investasi saham, reksadana, bahkan mungkin nilai tunai asuransi Anda. Jika Anda rajin melakukan pengecekan kondisi keuangan tahunan (financial check-up), akan mudah memantau perkembangan nilai aset dari tahun ke tahun. Ketika mendapati nilai aset yang terkumpul sekian lama itu, pernahkah terlintas di benak Anda apa yang akan terjadi pada aset-aset itu ketika suatu ketika Anda tiba-tiba pergi meninggalkan dunia fana ini? Harta benda di dunia memang tidak kita bawa mati. Namun, Anda tentu tak ingin harta benda itu mangkrak menjadi aset yang tidak bermanfaat, bukan? Jangan sampai, misalnya, hanya karena alpa administratif, aset-aset itu tidak bisa Anda wariskan kepada ahli waris Anda. Anda mungkin berpikir, apa mungkin itu terjadi? Bukankah harta peninggalan itu otomatis jatuh ke ahli waris seturut hukum yang berlaku. Entah itu hukum waris Islam, hukum perdata, atau hukum adat. Lebih baik bersiap Mari lihat pengalaman keluarga Rusdi di Jakarta Selatan. Ahli waris almarhum Rusdi tengah pening. Saat meninggal, Rusdi meninggalkan warisan antara lain deposito senilai puluhan juta rupiah di suatu bank.“Ternyata untuk mencairkan saja urusannya panjang dan ribet,” keluh Andi, anak almarhum Rusdi. Kendati sudah menyodorkan bukti surat nikah, akta lahir, kartu keluarga, juga surat kematian, dana deposito itu tak kunjung cair. Dalam kasus keluarga Rusdi, ahli waris ada nama istri almarhum dan anak. Di mana masalahnya? Padahal, ketika membuka rekening deposito, sudah pasti ada kolom nama ahli waris aset ketika pemiliknya meninggal dunia. Hal yang sama berlaku saat kita membuka akun reksadana maupun polis asuransi jiwa. Kolom nama ahli waris bahkan tersedia lebih dari satu, termasuk berapa persentase pembagian nilai waris kelak untuk masing-masing ahli waris. Neng Djubaedah, pengajar hukum waris Islam dari Universitas Indonesia, menilai, sejatinya, aset yang ditinggalkan pewaris bisa otomatis dimiliki oleh ahli waris sesuai hukum yang berlaku. “Jika dia muslim, hukum waris Islam yang berlaku. Jika non-muslim, maka hukum perdata atau adat yang berjalan,” ujar dia. Untuk kasus keluarga almar-hum Rusdi, keberadaan anak dan istri sudah cukup kuat sebagai ahli waris. Jika ternyata pihak bank menahan deposito, maka perlu diselidiki lebih jauh apa saja isi kontrak deposito tersebut. “Apakah ada terms and conditions yang menyulitkan pencairan, harus diselidiki,” jelas dia. Dalam kasus keluarga Rusdi, ternyata bank meminta ahli waris menyerahkan surat jaminan pengadilan atau notaris bahwa kelak tidak akan ada tuntutan kepada bank terkait pencairan deposito tersebut. Nah, agar ahli waris kita kelak tidak menemui kesulitan mewarisi aset-aset kita, mari kita persiapkan beberapa langkah antisipatif berikut ini: 1) Daftar aset Sempatkan untuk mendaftar aset-aset yang Anda miliki berikut kelengkapan administrasinya. Coba cek ke bank, manajer investasi, juga perusahaan asuransi, kolom ahli waris di deposito, reksadana, juga asuransi Anda, apakah sudah jelas? “Yang lajang bisa mencantumkan nama orangtua atau saudara kandung jika orangtua sudah tiada,” ujar Farah Dini, perencana keuangan Fin-Ally Planning&Consulting.Jika status Anda menikah, ahli waris yang bisa Anda cantumkan adalah nama pasangan dan anak. Jangan segan menanyakan persyaratan pencairan aset jika kelak Anda tiada. Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi oleh ahli waris Anda agar bisa mencairkan aset Anda. Perbankan, misalnya, juga mensyaratkan akta waris dan surat kuasa pencairan yang dibuat notaris. Ingat pula untuk mencantumkan nomer kontak yang jelas dan bisa selalu dihubungi oleh bank, asuransi, atau MI. Ini agar mereka tidak kesulitan menghubungi ahli waris Anda saat Anda telah tiada. 2) Perbarui sesuai perkembangan Anda juga perlu memperbarui kolom ahli waris tersebut jika terjadi perubahan kondisi. Misalnya, dahulu saat membuka akun reksadana, status Anda menikah namun sekarang telah bercerai sehingga nama pasangan tak lagi menjadi ahli waris. Atau, dahulu Anda masih lajang sehingga kolom ahli waris di asuransi tercantum nama orangtua atau saudara. Kini, Anda telah menikah dan ingin mengubah kolom ahli waris menjadi nama pasangan Anda, hal itu bisa diperbarui. Selama pemilik aset atau Anda sendiri masih hidup, pengubahan data-data itu tidak memerlukan surat kuasa. 3) Buat akta wasiat Agar lebih memudahkan para ahli waris Anda kelak dan memastikan aset-aset Anda bisa terdistribusi dengan optimal, Anda bisa pula menyiapkan surat wasiat. “Buatlah surat wasiat selagi Anda hidup dan bisa berpikir logis,” kata Farah. Isi surat wasiat harus jelas memuat hukum waris apa yang Anda gunakan untuk mendistribusikan kekayaan. Tuliskan pula nama ahli waris beserta aset apa saja yang dapat mereka miliki secara terperinci. Namun, kendati Anda bebas menentukan siapa yang akan pewaris, Anda tetap harus memperhatikan legitimate portie atau hak mutlak ahli waris. “Legitimate portie adalah untuk ahli waris lurus ke atas (orangtua) atau ke bawah (anak),” jelas Farah. Jika menganut hukum waris Islam, ada setidaknya 25 daftar ahli waris dengan bagian warisan yang sudah ditentukan. Sedang dalam hukum perdata, daftarnya, antara lain suami atau istri, anak, orangtua, lalu keluarga pihak ayah dan keluarga pihak ibu. Yang membedakan dua hukum itu adalah pengaturan besar porsi warisan.Untuk aset yang melibatkan pengurusan pihak ketiga seperti bank, MI, dan asuransi, Anda bisa membuat wasiat khusus berisi surat kuasa pencairan untuk ahli waris yang berhak, dengan legalisasi dari seorang notaris. Demikian halnya jika Anda hidup sebatang kara, tanpa sanak saudara atau kerabat. Anda tetap bisa menentukan ahli waris. Apakah ke sahabat atau mewariskannya untuk lembaga sosial sebagai bentuk amal. Hal itu sah-sah saja. Insya Allah, dengan langkah antisipatif, aset kita bisa tetap bermanfaat bagi ahli waris, kendati kita telah tiada di dunia fana ini.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Asal-asalan isi blangko, ahli waris bisa melongo
JAKARTA. Berapa nilai aset Anda sekarang? Nilai deposito, obligasi, properti, investasi saham, reksadana, bahkan mungkin nilai tunai asuransi Anda. Jika Anda rajin melakukan pengecekan kondisi keuangan tahunan (financial check-up), akan mudah memantau perkembangan nilai aset dari tahun ke tahun. Ketika mendapati nilai aset yang terkumpul sekian lama itu, pernahkah terlintas di benak Anda apa yang akan terjadi pada aset-aset itu ketika suatu ketika Anda tiba-tiba pergi meninggalkan dunia fana ini? Harta benda di dunia memang tidak kita bawa mati. Namun, Anda tentu tak ingin harta benda itu mangkrak menjadi aset yang tidak bermanfaat, bukan? Jangan sampai, misalnya, hanya karena alpa administratif, aset-aset itu tidak bisa Anda wariskan kepada ahli waris Anda. Anda mungkin berpikir, apa mungkin itu terjadi? Bukankah harta peninggalan itu otomatis jatuh ke ahli waris seturut hukum yang berlaku. Entah itu hukum waris Islam, hukum perdata, atau hukum adat. Lebih baik bersiap Mari lihat pengalaman keluarga Rusdi di Jakarta Selatan. Ahli waris almarhum Rusdi tengah pening. Saat meninggal, Rusdi meninggalkan warisan antara lain deposito senilai puluhan juta rupiah di suatu bank.“Ternyata untuk mencairkan saja urusannya panjang dan ribet,” keluh Andi, anak almarhum Rusdi. Kendati sudah menyodorkan bukti surat nikah, akta lahir, kartu keluarga, juga surat kematian, dana deposito itu tak kunjung cair. Dalam kasus keluarga Rusdi, ahli waris ada nama istri almarhum dan anak. Di mana masalahnya? Padahal, ketika membuka rekening deposito, sudah pasti ada kolom nama ahli waris aset ketika pemiliknya meninggal dunia. Hal yang sama berlaku saat kita membuka akun reksadana maupun polis asuransi jiwa. Kolom nama ahli waris bahkan tersedia lebih dari satu, termasuk berapa persentase pembagian nilai waris kelak untuk masing-masing ahli waris. Neng Djubaedah, pengajar hukum waris Islam dari Universitas Indonesia, menilai, sejatinya, aset yang ditinggalkan pewaris bisa otomatis dimiliki oleh ahli waris sesuai hukum yang berlaku. “Jika dia muslim, hukum waris Islam yang berlaku. Jika non-muslim, maka hukum perdata atau adat yang berjalan,” ujar dia. Untuk kasus keluarga almar-hum Rusdi, keberadaan anak dan istri sudah cukup kuat sebagai ahli waris. Jika ternyata pihak bank menahan deposito, maka perlu diselidiki lebih jauh apa saja isi kontrak deposito tersebut. “Apakah ada terms and conditions yang menyulitkan pencairan, harus diselidiki,” jelas dia. Dalam kasus keluarga Rusdi, ternyata bank meminta ahli waris menyerahkan surat jaminan pengadilan atau notaris bahwa kelak tidak akan ada tuntutan kepada bank terkait pencairan deposito tersebut. Nah, agar ahli waris kita kelak tidak menemui kesulitan mewarisi aset-aset kita, mari kita persiapkan beberapa langkah antisipatif berikut ini: 1) Daftar aset Sempatkan untuk mendaftar aset-aset yang Anda miliki berikut kelengkapan administrasinya. Coba cek ke bank, manajer investasi, juga perusahaan asuransi, kolom ahli waris di deposito, reksadana, juga asuransi Anda, apakah sudah jelas? “Yang lajang bisa mencantumkan nama orangtua atau saudara kandung jika orangtua sudah tiada,” ujar Farah Dini, perencana keuangan Fin-Ally Planning&Consulting.Jika status Anda menikah, ahli waris yang bisa Anda cantumkan adalah nama pasangan dan anak. Jangan segan menanyakan persyaratan pencairan aset jika kelak Anda tiada. Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi oleh ahli waris Anda agar bisa mencairkan aset Anda. Perbankan, misalnya, juga mensyaratkan akta waris dan surat kuasa pencairan yang dibuat notaris. Ingat pula untuk mencantumkan nomer kontak yang jelas dan bisa selalu dihubungi oleh bank, asuransi, atau MI. Ini agar mereka tidak kesulitan menghubungi ahli waris Anda saat Anda telah tiada. 2) Perbarui sesuai perkembangan Anda juga perlu memperbarui kolom ahli waris tersebut jika terjadi perubahan kondisi. Misalnya, dahulu saat membuka akun reksadana, status Anda menikah namun sekarang telah bercerai sehingga nama pasangan tak lagi menjadi ahli waris. Atau, dahulu Anda masih lajang sehingga kolom ahli waris di asuransi tercantum nama orangtua atau saudara. Kini, Anda telah menikah dan ingin mengubah kolom ahli waris menjadi nama pasangan Anda, hal itu bisa diperbarui. Selama pemilik aset atau Anda sendiri masih hidup, pengubahan data-data itu tidak memerlukan surat kuasa. 3) Buat akta wasiat Agar lebih memudahkan para ahli waris Anda kelak dan memastikan aset-aset Anda bisa terdistribusi dengan optimal, Anda bisa pula menyiapkan surat wasiat. “Buatlah surat wasiat selagi Anda hidup dan bisa berpikir logis,” kata Farah. Isi surat wasiat harus jelas memuat hukum waris apa yang Anda gunakan untuk mendistribusikan kekayaan. Tuliskan pula nama ahli waris beserta aset apa saja yang dapat mereka miliki secara terperinci. Namun, kendati Anda bebas menentukan siapa yang akan pewaris, Anda tetap harus memperhatikan legitimate portie atau hak mutlak ahli waris. “Legitimate portie adalah untuk ahli waris lurus ke atas (orangtua) atau ke bawah (anak),” jelas Farah. Jika menganut hukum waris Islam, ada setidaknya 25 daftar ahli waris dengan bagian warisan yang sudah ditentukan. Sedang dalam hukum perdata, daftarnya, antara lain suami atau istri, anak, orangtua, lalu keluarga pihak ayah dan keluarga pihak ibu. Yang membedakan dua hukum itu adalah pengaturan besar porsi warisan.Untuk aset yang melibatkan pengurusan pihak ketiga seperti bank, MI, dan asuransi, Anda bisa membuat wasiat khusus berisi surat kuasa pencairan untuk ahli waris yang berhak, dengan legalisasi dari seorang notaris. Demikian halnya jika Anda hidup sebatang kara, tanpa sanak saudara atau kerabat. Anda tetap bisa menentukan ahli waris. Apakah ke sahabat atau mewariskannya untuk lembaga sosial sebagai bentuk amal. Hal itu sah-sah saja. Insya Allah, dengan langkah antisipatif, aset kita bisa tetap bermanfaat bagi ahli waris, kendati kita telah tiada di dunia fana ini.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News