KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah mencabut pengendalian kuota jenis bahan bakar minyak (BBM) tertentu jenis solar bersubsidi. Keputusan ini pun disambut baik pengusaha angkutan, termasuk Asosiasi Logistik Indonesia (ALI). "Masalah pencabutan itu memang sudah seharusnya karena sudah menjadi hak untuk angkutan barang seperti truk memakai solar subsidi sesuai regulasi," kata Ketua ALI Zaldy Ilham Masita kepada Kontan.co.id, Kamis (3/10). Meski begitu, Zaldy menyoroti soal ketersediaan solar di lapangan. Menurutnya, meski pembatasan tersebut sudah dicabut, namun jika tidak ada kepastian pasokan, maka antrean di SPBU masih akan terus berlanjut.
Baca Juga: Pengendalian solar subsidi dicabut, begini tanggapan Aptrindo "Yang menjadi masalah apakah stoknya cukup? Antrean tetap akan terjadi walaupun surat pembatasan dicabut karena stock tidak cukup untuk kebutuhan seluruh Indonesia," ujarnya. Menurut Zaldy, solar subsidi memegang peranan yang signifikan di sektor usaha logistik. Sebab, Zaldy menyebut, 85% angkutan barang memakai truk yang memakai solar subsidi. Sedangkan dari sisi komponen biaya, porsi harga BBM cukup signifikan, yakni sebesar 30%-40%. Oleh sebab itu, Zaldy meminta pemerintah untuk secara jelas memberikan kepastian soal kecukupan stok solar subsidi karena hal itu berpengaruh terhadap penyesuaian harga ke konsumen. "30%-40% dari biaya transport adalah biaya BBM, jadi cukup signifikan, dan yang paling penting di logistik adalah kepastian," terang Zaldy. Karenanya, Zaldy menyatakan bahwa pengusaha logistik tak keberatan jika subsidi solar dicabut. Asalkan, ketersediaan dan kelancaran pasokan solar bisa terjamin. "Buat kami, jika tak ada subsidi dan terjadi kenaikan harga (solar), itu lebih baik daripada stok tidak pasti. Jadi untuk logistik lebih penting ketersedian BBM daripada subsidi solar," terang Zaldy.
Baca Juga: Pertamina rilis BBM satu harga Jokowi lampaui target Ia berpendapat, akan lebih positif bagi bisnis di sektor logistik jika anggaran untuk subsidi solar dialihkan ke insentif lain. "Seperti bunga pembelian truk baru yang lebih rendah, itu bisa lebih efektif. Karena jumlah subsidi yang dihabiskan oleh angkutan barang truk mencapai ratusan miliar," sambungnya. Selain itu, secara jangka panjang, Zaldy berpendapat bahwa pencabutan subsidi solar bisa berdampak positif terhadap perkembangan bisnis logistik di Indonesia. Sebab, pengusaha logistik bisa beralih ke moda transportasi laut seperti laut dan kereta api.
"Buat logistik juga sehat, karena nanti mulai pindah ke moda laut dan kereta api yang seharusnya lebih murah dari truk. Akan terjadi efisiensi dan lebih sehat untuk jangka panjangnya," terang Zaldy. Sebagai informasi, BPH Migas telah mencabut Surat Edaran Nomor 3865.E/Ka BPH/2019 tentang Pengendalian Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) Tahun 2019. Keputusan tersebut mencabut Surat Edaran untuk mengendalikan kuota JBT jenis minyak solar bersubsidi yang diberlakukan oleh BPH Migas per 1 Agustus 2019 lalu, guna mengantisipasi over kuota dalam penyaluran silar bersubsidi.
Baca Juga: Surat edaran pengendalian kuota solar subsidi dicabut, penyaluran masih aman? Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat