KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) Arsjad Rasjid menyatakan, ASEAN adalah kawasan yang menjadi tujuan investasi menjanjikan. ASEAN menawarkan peluang investasi di bidang industri, ekonomi digital, pembangunan infrastruktur, manufaktur, sektor konsumen, komunikasi, kendaraan listrik dan baterai, serta pariwisata. “ASEAN memiliki banyak keunggulan dibandingkan kawasan lain. Letak geografis ASEAN sangat strategis. Kami juga memiliki sumber daya manusia berdaya saing, sumber daya alam melimpah, dan pasar yang luas,” kata Arsjad Rasjid dalam keterangan tertulis, Senin (12/6/2023).
Baca Juga: Ketua ASEAN BAC Sebut Laos Jadi Pusat Transportasi dan Energi Terbarukan di ASEAN Arsjad mengatakan, Korea Selatan selaku mitra wicara ASEAN-BAC terus meningkatkan kerja sama bilateral dengan negara-negara ASEAN. Bahkan, Negeri Ginseng itu telah menempatkan Asia Tenggara sebagai salah satu kawasan yang memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang besar serta pasar yang menarik bagi produk-produk dan jasa, terutama di sektor teknologi informasi dan komunikasi, manufaktur, energi terbarukan, infrastruktur, pariwisata, dan sektor konsumen. “Kami berada di jalur dan tujuan yang sama untuk terus menggemakan peningkatan investasi dan perdagangan di ASEAN. Salah satunya dalam hal EV dan juga penggunaan transaksi digital seperti QR code,” kata Arsjad. Arsjad bersama delegasi ASEAN-BAC melakukan roadshow di Seoul, pada 7-9 Juni 2023 dalam rangka kepemimpinan Indonesia pada ASEAN-BAC Tahun 2023.
Baca Juga: Presiden Jokowi Buka Gembok Ekspor Pasir Laut Selama berada di Negeri Ginseng, ia bertemu sejumlah pejabat pemerintah dan pelaku bisnis terkemuka. Ia juga secara khusus mengundang mereka menghadiri ASEAN Business & Investment Summit (ABIS) 2023 dan ASEAN Business Awards (ABA) 2023 di Jakarta, pada 3-4 September 2023.
Peluang Investasi
Pada pertemuan dengan pengusaha Korea Selatan, Arsjad menawarkan berbagai peluang investasi di bidang transisi energi, kesehatan, ekonomi digital, dan pembangunan mega proyek Ibu Kota Nusantara (IKN). Arsjad mengatakan, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang memiliki kemitraan strategis khusus dengan Korea Selatan di antara negara-negara ASEAN. Kemitraan khusus itu, lanjutnya, melahirkan kesepakatan untuk mewujudkan ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dan baterai. Di Indonesia, pengembangan ekosistem teknologi yang mengedepankan keberlanjutan juga dilakukan PT Indika Energy Tbk, Bakrie Group, dan Mayora Group. Menurut Vice President Director and Group CEO Indika Energy, Azis Armand, pengembangan ekosistem kendaraan listrik berperan penting untuk mempercepat transisi menuju transportasi berkelanjutan di Indonesia.
Baca Juga: Kadin Dukung Kebijakan Ekspor Pasir Laut, Asal Tidak Merusak Lingkungan “Transformasi ke kendaraan listrik juga perlu diimbangi dengan peningkatan investasi, untuk memperkuat fasilitas dan infrastruktur kendaraan listrik. Hal ini merupakan bagian dari misi Indika Energy dalam menghadirkan ekosistem kendaraan listrik yang komprehensif di Indonesia,” tutur Azis. Arsjad mengapresiasi dukungan kuat Pemerintah Korea Selatan dalam upaya mewujudkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia, yang ditandai peluncuran kendaraan listrik IONIQ 5 edisi terbatas, pada Maret 2022. Hyundai juga sedang membangun pabrik sistem baterai khusus EV baru, Hyundai Mobis yang dijadwalkan selesai, pada semester pertama tahun 2024.
“Hyundai Group telah menginvestasikan US$ 60 juta untuk membangun pabrik sebagai landasan bisnis Hyundai Mobis, yang difokuskan pada pasar ASEAN. Sangat membanggakan, kendaraan listrik Genesis G80 dan IONIQ 5 ditetapkan Pemerintah Indonesia sebagai kendaraan resmi pada KTT G20 di Bali, tahun 2022,” kata dia. Sementara itu, Wakil Ketua ASEAN-BAC Bernardino Vega mengungkapkan bahwa produk domestik bruto (PDB) Indonesia di sekitar 80% dari Korea Selatan dan total kapitalisasi pasar saham di Indonesia hanya berkisar 30% dari yang ada di Korea Selatan. “Ini adalah peluang yang harus kita manfaatkan sebaik-baiknya. Indonesia saat ini memiliki sekitar 4,6 juta investor saham, yang jumlahnya kurang dari 2% dari total populasi penduduk. Ini menunjukkan masih ada potensi pertumbuhan yang cukup besar,” kata Bernardino. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli