ASEAN sepakati konsensus perlindungan buruh migran



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah terkatung- katung selama satu dekade, instrumen perlindungan hak buruh migran di Kawasan Asia Tenggara akhirnya disepakati. Sepuluh pemimpin negara ASEAN, salah satunya Presiden Joko Widodo dalam penutupan KTT ASEAN ke-31 di Filipina, Selasa (14/11), menandatangani Kesepakatan Perlindungan Buruh Migran atau ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers.

Bey Machmudin, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden dalam pernyataan yang dikeluarkan Selasa (1411) malam mengatakan, untuk mendukung pelaksanaan konsensus tersebut, pemerintah Indonesia mengambil inisiatif dengan menyusun rancangan awal rencana aksi perlindungan buruh migran. Dalam penyusunan rancangan awal rencana aksi tersebut pemerintah akan melibatkan pemangku kepentingan.

Setelah selesai, rancangan akan dinegoisasikan dengan seluruh negara ASEAN. Keinginan untuk membuat kesepakatan perlindungan buruh migran ASEAN berawal sejak 2009 lalu. Upaya tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut ditandatanganinya ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers oleh ASEAN Leaders pada tanggal 13 Januari 2007 di Cebu, Filipina.


Dalam negosiasi selama delapan tahun tersebut kata Bey dalam keterangannya, pemerintah Indonesia terus berupaya untuk memberikan perlindungan maksimal terhadap warga negara Indonesia, baik yang berada di dalam maupun luar negeri sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945.

Pemerintah Indonesia juga turut memperjuangkan agar ASEAN melindungi hak-hak dasar pekerja migran beserta anggota keluarganya dan melindungi pekerja migran yang menjadi undocumented bukan karena kelalaian individu.

Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant Care sementara itu mengapresiasi penandatanganan konsensus tersebut. "Tapi ini belum cukup, baru langkah awal, apalagi kalau melihat pasal dalam konsensus yang isinya hanya komitmen saja," katanya kepada Kontan, Rabu (15/11).

Wahyu berharap, kesepakatan tersebut bisa segera ditindaklanjuti dengan kesepakatan perlindungan buruh migran yang lebih mengikat dalam bentuk konvensi. Wahyu mengakui, upaya tersebut tidak akan mudah mengingat isu buruh migran sensitif baik bagi negara pengirim maupun pengguna buruh migran.

Tapi menurutnya, ada upaya strategis yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia agar pembentukan konvensi terwujud; menggandeng negara pengirim buruh migran. Selain itu, bersama dengan negara tersebut Indonesia harus membuat argumen bahwa kontribusi buruh migran dalam ekonomi dan pembangunan di ASEAN besar.

"Lakukan survei, penelitian kuantitatif dengan hitungan jelas, jadikan daya tawar agar negara lain mau membuat aturan yang lebih mengikat," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto