Bisnis pembuatan seragam sekolah adalah salah satu usaha yang terbilang menjanjikan. Dengar saja pengakuan Asep Suparno, pengusaha seragam sekolah di Surabaya, Jawa Timur. Menurutnya, setiap tahun permintaan seragam sekolah selalu meningkat. Ini seiring dengan bertambahnya jumlah siswa sekolah. Dus, asalkan bisa memproduksi dengan kualitas baik, seragam sekolah akan terus menjadi buruan para orangtua siswa. Cara itu pula yang dilakukan Asep dalam berbisnis seragam sekolah. Dia selalu memperhatikan kualitas seragam sekolah produksinya.
Salah satu caranya, dia menggunakan bahan seragam yang nyaman dipakai untuk siswa. Misalnya, bahan baju seragam. "Bahan kain yang saya gunakan adalah
tetoron cotton (TC). Bahan ini adem dipakai," katanya. Asep berharap, dengan mengenakan seragam yang nyaman dipakai, siswa dapat mengikuti proses belajar di sekolah dengan lancar. Dia berpromosi, bahan ini produk asli dalam negeri. Bahkan, Asep memproduksi sendiri bahan tersebut. "Saya bekerja sama dengan salah satu pabrik bahan pakaian di Malang, Jawa Timur," imbuhnya. Dia juga mengklaim merupakan satu-satunya pebisnis seragam sekolah di negeri ini yang menggunakan kain TC untuk bahan baku produknya. "Bahannya sama dengan yang digunakan orang Jepang untuk membuat kimono," ujarnya. Yang menarik, dia menambahkan, banyak produsen seragam sekolah lain yang menjadi pesaingnya ingin menggunakan bahan serupa pada produk seragamnya. Namun, karena bahan kain itu tidak dijual di pasaran, para kompetitornya tidak mampu menyaingi kualitas bahan seragam milik Asep. "Saya membuat perjanjian dengan pabrik di Malang, kalau bahan itu hanya saya yang bisa pesan," katanya. Asep sudah menjalin kerja sama dengan pabrik bahan tersebut selama 10 tahun. "Sebelumnya kami berganti bahan terus, dan baru di tahun kelima menemukan bahan seragam yang cocok," papar Asep. Kesepakatan bisnis antara Asep dengan pabrik bahan di Malang dalam memproduksi kain jenis TC, memang sengaja dia buat. Tujuannya agar bahan itu hanya bisa digunakan untuk seragam merek Purnama
made in Asep. Pasalnya, menurut dia, sebelumnya pernah ada produsen lain yang ingin mendompleng ketenaran seragam produksinya. Suatu ketika, Asep menemukan sejumlah seragam sekolah merek Purnama di pasaran, yang bukan diproduksi oleh perusahaannya. Karena tidak tahu siapa produsennya, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi, sejak saat itu, Asep mengubah logo mereknya. Jika semula logo merek Purnama berwarna dasar merah, kini logonya memiliki warna dasar hijau. Karena menggunakan warna hijau, dia menyebutnya sebagai seragam Purnama
Green Label. "Sejak kami mengampanyekan slogan
Green, banyak yang mengira kalau bahannya dari alam. Padahal hanya warna dasar logonya saja," kata dia. Sebenarnya, menurut Asep, pada awalnya dia sedikit keberatan mengubah warna dasar logo mereknya. Sebab, warna merah sudah digunakan sejak tahun 1970, atau sejak usaha pembuatan seragam sekolah tersebut masih dirintis oleh kakeknya. Alasan lainnya, dia harus melakukan promosi kembali untuk memperkenalkan logo baru tersebut kepada para pelanggannya. Toh, Asep tidak kehilangan akal. Untuk mencegah aksi pemalsuan serupa terulang lagi, dia berinisiatif mengubah status badan hukum usahanya dari CV menjadi Perseroan Terbatas (PT). Asep berharap, badan hukum yang lebih kuat akan memudahkannya menyeleseikan soal klaim merek jika jika terjadi lagi pemalsuan seragam sekolah produksinya. "Sejak tahun 2005 atau sejak merek kami marak dipalsukan, kami menggunakan bendera usaha PT Eratisa Purnama," katanya.
Kini, dia menikmati hikmah dari pengalaman pahit yang pernah dialaminya itu. Asep semakin teliti memproduksi dan memasarkan seragam sekolah. "Seiring perjalanan waktu, sekarang konsumen sudah tahu, mana seragam Purnama yang asli dan mana yang palsu," ujarnya. (
Bersambung) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi