KONTAN.CO.ID - TOKYO. Bank sentral Jepang menjadi bank sentral negara G7 pertama yang memiliki aset lebih dari total produk domestik bruto (PDB) negara. Lonjakan aset ini terjadi akibat pembelian aset yang dilakukan untuk mengerek pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Bank of Japan memiliki aset ¥ 553,6 triliun atau setara dengan US$ 4,87 triliun. Angka ini mencapai lima kali lipat nilai perusahaan Apple Inc dan 25 kali lipat kapitalisasi pasar perusahaan terbesar Jepang, Toyota Motor Corp. Angka ini jauh lebih tinggi dari total PDB lima emerging market, yakni Turki, Argentina, Afrika Selatan, India, dan Indonesia.
Data bank sentral Jepang yang dirilis Selasa (13/11) menunjukkan, pengumpulan aset dari kebijakan pelonggaran kuantitatif dan kualitatif. BoJ menjadi bank sentral kedua setelah Swiss National Bank dari negara G7 yang memiliki aset lebih besar daripada ekonomi nasional. PDB Jepang pada periode April-Juni mencapai ¥ 552,82 triliun. Angka PDB kuartal ketiga baru akan dirilis besok. Para pengamat memperkirakan, Jepang akan kontraksi di kuartal ketiga setelah bencana September lalu. Lewat kebijakan pelonggaran, Jepang membeli obligasi keluaran pemerintah alias obligasi negara untuk menyuntikkan likuiditas. Lewat cara ini, pemerintah akan mendapatkan dana segar untuk kebutuhan ekspansi agar inflasi bisa lebih tinggi. Investor melihat, target inflasi bank sentral terlalu ambisius dan memaksa BoJ terus membeli obligasi dan saham ketika bank-bank sentral lain mulai mengetatkan lagi alias normalisasi kebijakan. BoJ saat ini memiliki sekitar 45% dari ¥ 1.000 triliun obligasi negara Jepang. "Kebijakan BoJ ini jelas tidak akan bertahan. BoJ akan merugi jika nantinya harus menaikkan suku bunga, misalnya 2%," kata Hidenori Suezawa, analis fiskal SMBC Nikko Securities kepada
Reuters. Dia menambahkan, dalam kondisi darurat seperti bencana alam atau perang, BoJ tidak akan mampu lagi mendanai obligasi negara. Lonjakan aset BoJ mulai terjadi setelah Gubernur Haruhiko Kuroda memimpin bank sentral pada 2013 lalu, di tengah krisis utang Eropa. Kuroda menargetkan inflasi Jepang mencapai 2% dalam dua tahun setelah menjabat. Target tersebut meleset meski pemerintah menaikkan pajak penjualan pada tahun 2014. Sejak peluncuran stimulus hingga saat ini, PDB Jepang tumbuh total 11% atau rata-rata 0,50% per kuartal. Ini adalah level pertumbuhan tertinggi dalam sejarah Jepang.
Saat ini, BoJ telah menurunkan pembelian obligasi negara menjadi ¥ 80 triliun per tahun. Selain membeli obligasi negara, bank sentral Jepang pun agresif membeli saham. Dalam setahun pertama menjabat, Kuroda membeli ¥ 1 triliun saham. Pada periode tersebut, indeks Nikkei 225 tumbuh 20%. Partisipasi bank sentral di pasar keuangan ini terhitung kontroversial dan mendapat kritik keras dari partisipan besar pasar. Akhir Oktober, BoJ mengungkapkan akan mengurangi frekuensi pembelian obligasi mulai bulan ini. Sebagai pembanding, bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve mulai menurunkan aset yang dimiliki setelah stimulus besar-besaran sejak tahun 2009. Berdasarkan data The Fed, total aset bank sentral ini mencapai US$ 4,23 triliun per 25 Juli 2018, berkurang US$ 188 miliar dari setahun sebelumnya. Meski aset bank sentral ini juga melambung akibat pelonggaran moneter, PDB AS masih jauh di atas level aset bank sentral. Berdasarkan prediksi terkini dari Bureau of Economic Analysis, PDB AS di kuartal ketiga tahun ini mencapai US$ 20,66 triliun.
Editor: Wahyu T.Rahmawati