Aset berisiko seperti emas dan obligasi menarik di saat perang melawan Covid 19



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emas menjadi aset paling cuan sepanjang tahun ini. Meski demikian hingga akhir tahun ini, Chief Investment Officer Bank DBS, Hou Wey Fook dalam rilis Jumat 2 Oktober 2020 menilai investasi di aset berisiko tetap menarik. 

"Kami tetap merekomendasikan untuk berinvestasi di aset berisiko, seperti, ekuitas dan obligasi korporasi, di tengah upaya global memerangi COVID-19," kata Hou Wey Fook dalam rilis. 

Baca Juga: Investor mulai antisipasi kemenangan Joe Biden setelah Donald Trump positif corona


Setelah memasuki gejolak, DBS menilai, saat ini mulai melihat tanda-tanda pemulihan ekonomi. Pelonggaran pembatasan sosial di beberapa negara, peningkatan belanja fiskal secara global, dan suku bunga nol persen akan menjamin pertumbuhan berangsur-angsur pulih.    Menurut Hou Wey, memasuki triwulan terakhir 2020, ada dua perkembangan yang harus diperhatikan oleh investor. Pertama, pemilihan presiden AS. Kedua penemuan vaksin.  "Kami melihat keduanya mempunyai dampak risiko yang cenderung netral atau positif terhadap pasar," terang dia dalam rilis.  

DBS CIO dalam rilis menjelaskan jika strategi barbell alias berinvestasi di dua aset ekstrem, yakni aset berisiko tinggi dan aset berisiko rendah, serta menghindari investasi jangka menengah menunjukkan ketahanan dan keberhasilan di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi. "Tetaplah berinvestasi di saham yang pertumbuhannya tidak dipengaruhi tren jangka pendek (secular growth securities), aset yang menghasilkan pendapatan, dan emas di dunia digital baru ini, di tengah situasi suku bunga sangat rendah," terang Hou Wey. 

Baca Juga: Simak strategi alokasi investasi pada kuartal IV 2020

Bank DBS memandang positif pasar saham AS dan China. Sejak turun ke titik terendah pada Maret, Indeks S&P 500 membukukan kenaikan sebesar 51,2%, melampaui titik tertinggi sebelumnya. Bank DBS menilai, pelonggaran moneter AS dalam skala besar yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Bank Sentral AS dan pandemi yang tidak diketahui sampai kapan, serta penurunan suku bunga telah berperan mendorong harga saham AS. 

Kondisi yang sama juga dialami oleh IHSG, dimana IHSG telah menguat 13,76% dalam enam bulan terakhir. 

"Kami memperkirakan momentum kuat dalam penguatan saham teknologi akan terus berlanjut, karena percepatan bifurkasi global telah semakin memperkuat daya tarik sektor teknologi sebagai dampak dari pandemi," terang Hou Wey. Peningkatan pembatasan sosial semakin mendorong kegiatan bisnis dan rekreasi beralih ke daring, dan bisnis yang mendapatkan manfaat dari kecenderungan ini adalah e-commerce, video conferencing, serta perusahaan perangkat lunak/perangkat keras dalam lanskap teknologi.

Baca Juga: Terkoreksi 7,03% di bulan September, begini prospek IHSG pada Oktober 2020

Editor: Avanty Nurdiana