KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) mencatatkan kinerja positif pada tahun lalu. Hingga akhir Desember 2018 BTPN sudah memiliki aset sebesar Rp 101,9 triliun atau tumbuh 7% dibandingkan tahun sebelumnya atau year on year (yoy) senilai Rp 95,5 triliun. Salah satu penopang aset BTPN antara lain disumbang realisasi kredit yang mencapai Rp 68,1 triliun, tumbuh 4% yoy. Selain itu, dari segi pendanaan BTPN mencatatkan realisasi sebesar Rp 80,5 triliun pada tahun lalu atau meningkat 5% secara yoy. “Kami bersyukur atas pencapaian ini. Berkat dukungan semua pihak, BTPN tumbuh luar biasa dalam satu dekade terakhir dan masuk ke jajaran bank dengan aset di atas Rp 100 triliun. Setelah resmi merger, BTPN tentu memiliki kesempatan untuk menjadi lebih kuat dan lebih besar lagi,” kata Direktur Utama BTPN Jerry Ng dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Kamis (24/1).
Sejak pencatatan saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia pada Maret 2008, BTPN bertumbuh secara signifikan. Selama 10 tahun terakhir, aset melonjak 10 kali lipat dari Rp 10,6 triliun per Desember 2007. Begitu pula kredit dan dana pihak ketiga (DPK) yang saat itu masih senilai Rp 7,85 triliun dan Rp 8,80 triliun. “Kami bangga bisa membawa merger dengan kondisi yang sangat sehat dan kuat,” kata Jerry yang akan mengakhiri masa jabatannya pada akhir Januari ini. Selain menapak ke level yang lebih tinggi, BTPN juga semakin efisien dan kompetitif. Hal ini merupakan hasil dari program transformasi dan inovasi digital yang digulirkan manajemen sejak tiga tahun terakhir. Inovasi diwujudkan melalui produk baru berbasis digital antara lain BTPN Wow! dan Jenius. Sedangkan transformasi digulirkan dengan mengubah konsep pelayanan dari bank-centric, menjadi customer-centric. Transformasi dan inovasi digital memangkas biaya operasional, sehingga rasio biaya terhadap pendapatan (cost to income ratio/CIR) menjadi lebih baik. Biaya operasional rutin perusahaan BTPN selama Januari-Desember 2018 tercatat Rp 3,48 triliun, turun 12% dari periode yang sama 2017 sebesar Rp 3,93 triliun. Penurunan biaya ini membuat pendapatan operasional bersih (net operating income) meningkat 12% menjadi Rp 5,2 triliun meski pendapatan operasional (operating income) hanya tumbuh 2% menjadi Rp 10,2 triliun. Rasio biaya terhadap pendapatan turun dari 69% pada 2017 menjadi 56% pada 2018.