KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dengan jumlah aset sektor jasa keuangan yang terus tumbuh, permasalahan yang terjadi juga tak bisa dihindari. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai otoritas yang membawahi tersebut tampaknya perlu berbenah. Pengaduan yang masuk ke OJK juga masih ada. Per 16 September 2022 ada sekitar 9.780 pengaduan. Secara rinci, 49,8% berasal dari sektor IKNB, 49,7% berasal dari sektor perbankan, dan terakhir 0,5% berasal dari sektor pasar modal. Melihat hal tersebut, salah satu yang bisa diupayakan untuk dibenahi ialah terkait pengaturan SDM yang dimiliki. Sebab, dari 3.997 pegawai OJK yang tercatat per Desember 2021, demografi terbesar berada pada pengawasan perbankan yang mencapai 48,7%.
Sementara itu, untuk kontribusi pengawasan di sektor IKNB hanya sekitar 10,9% dan pengawasan pasar modal hanya sekitar 11,7%. Selanjutnya, edukasi dan perlindungan konsumen hanya sekitar 3,9%.
Baca Juga: Daftar 23 Bank Yang Terancam Dimerger Paksa, Nasabah Wajib Tahu! Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara menyadari bahwa memang selama ini OJK memikul tanggung jawab yang luas. Oleh karenanya, di periode ini, Mirza akan melakukan penguatan SDM terutama di sektor pasar modal, IKNB dan perlindungan konsumen. Ia beralasan penguatan di tiga sektor tersebut dikarenakan banyak harapan dari masyarakat agar sektor-sektor tersebut dibenahi lagi. Dalam hal ini, penguatan dilakukan dari sisi jumlah maupun kualitas. “Kami juga melakukan beberapa shifting dari beberapa unit yang kami lihat mungkin kelebihan kepada unit-unit yang menjadi core activity dari OJK,” ujar Mirza. Permasalahan memang sering terdengar berasal dari sektor IKNB yang tercermin dari jumlah pengawas yang paling sedikit di antara dua sektor lainnya. Padahal, per kuartal II/2022 aset IKNB tercatat senilai Rp 2.907 triliun atau naik 8,39% secara tahunan. Sementara itu, sektor IKNB ini memiliki beberapa industri yang ada di dalamnya. Seperti contoh, asuransi konvesional yang memiliki aset terbesar senilai Rp 1.675 triliun dan dilanjutkan oleh lembaga pembiayaan yang senilai Rp 603 triliun. Pengamat Ekonomi Yanuar Rizky menyebut saat ini reformasi mau tidak mau perlu dilakukan oleh jajaran dewan komisioner OJK. Menurutnya, perubahan selama ini tidak terjadi karena kurangnya kemampuan kepemimpian dari ketua OJK itu sendiri. “Objektif karakter otoritas harus jadi kultur lembaga kayak OJK. Jangan pula alasan UU dan soal
office politic,” ujarnya.
Baca Juga: OJK Bakal Rilis Kebijakan Bersifat Targeted dan Sectoral, Ini Tujuannya Sementara itu, pengamat asuransi Irvan Rahardjo menyebut bahwa pembenahan SDM OJK yang perlu dilakukan utamanya dari sisi kualitas. Terutama, terkait kemampuan untuk mengatasi permasalahan seperti yang terjadi di industri asuransi. Ia mencontohkan mitigasi adanya risiko perang harga yang terjadi pada asuransi properti maupun asuransi kendaraan bermotor. Menurutnya, perlu dilakukan pengaturan ulang untuk menghadapi perang harga itu.
“Praktik perang harga dengan biaya akuisisi tinggi asuransi properti dan kendaraan bermotor sehingga jauh dibawah nilai wajar biaya risiko,” ujar Irvan Dari sisi pelaku di industri, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia HSM Widodo menyebut bahwa selama ini pengawasan di asuransi khususnya asuransi umum sudah tergolong baik. Sebab, ada pemeriksaan rutin yang selalu dilaksanakan untuk seluruh asuransi. “Kalau perbaikan berkesinambungan tentunya harus selalu dilakukan, kami di asosiasi juga diajak berbicara terus terkait hal tersebut,” imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi