Aset Koba Tin segera menjadi milik negara



JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mendata aset di bekas lahan tambang milik PT Koba Tin, di Bangka Belitung. Pemerintah segera mengambilalih aset tersebut melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Bambang Susigit mengatakan, aset Koba Tin akan menjadi milik negara bila perusahaan itu tidak juga menyelesaikan kewajiban pasca tambang dan reklamasi. "Sekarang sedang kami konsep pendataan aset untuk diserahkan ke Kemenkeu. Kalau mau memanfaatkan harus ada izin Kemenkeu," katanya kepada KONTAN, Senin (12/6).

Dia bercerita, Kontrak Karya Koba Tin sudah berakhir sejak September 2013 silam. Seetelah kontrak tidak diperpanjang, Koba Tin mendapat kesempatan selama 180 hari untuk menyelesaikan kewajiban pasca tambang dan reklamasi. Namun hingga kini manajemen Koba Tin belum juga menunaikan kewajiban tersebut. Di sisi lain, manajemen perusahaan ini juga enggan menyatakan kepada pemerintah tidak mampu memenuhi kewajiban.


Padahal uang jaminan reklamasi milik Koba Tin masih di tangan Kementerian ESDM sebesar US$ 1,8 juta. "Aset dikembalikan ke negara kalau mereka menyatakan tidak mampu dan pemerintah yang mengambilalih pasca tambang dan reklamasi," ujarnya.

Akibat Koba Tin yang belum menyatakan sikap terkait reklamasi, Bambang bilang, wilayah Kontrak Karya tersebut belum bisa dijadikan Wilayah Pencadangan Negara (WPN). Sehingga, otomatis kegiatan lelang lahan belum juga bisa dilaksanakan. "Untuk lahannya kami hanya mengawasi," terang Bambang.

Nur Adi Kuncoro Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk mengungkapkan, jika nantinya aset itu dilelang, PT Timah tidak akan ikut ambil bagian. "Dapat disampaikan bahwa PT Timah belum berminat pada lokasi eks Koba Tin. Pertimbanganya tingkat potensi cadangan dan lokasi yang sudah ditambang oleh penambang ilegal," tandas Nur Adi kepada KONTAN, Senin (12/6).

Per 31 Desember 2016 jumlah cadangan emiten berkode TINS itu sebesar 335.909 ton,. Sekitar 79% atau 264.806 ton berada di laut, sedangkan 21% atau 71.103 ton berada di darat. Jumlah sumber daya TINS pada periode yang sama adalah 737.546 ton dengan rincian 67% berada di laut dan 33% berada di darat. Untuk itulah, Emil Ermindra, Direktur Keuangan TINS pernah menyebutkan, dalam rangka melakukan produksi di laut pihaknya akan membeli 6 kapal baru dengan nilai sekitar Rp 330 miliar.

Ketua Umum Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Jabin Sufianto menilai, pemerintah sebaiknya memberi payung hukum supaya lahan eks Koba Tin tersebut dijadikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Rakyat. "Alasannya supaya tidak ada pertambangan ilegal. Jadi kalau ada yang mau menambang bisa segera mengajukan," terangnya kepada KONTAN, Senin (12/6).

Jika dibuatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Rakyat, menurut Jabin, harus ada bentuk kerjasama yang jelas dari penambang oleh para pembangun smelter. "Para smelter di Bangka, menjadi bapak angkat. Mereka dan penambang bisa kerjasama. Harus jelas diketahui setornya ke mana, supaya tidak menimbulkan kebocoran," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini