KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan pesat aset kripto dalam waktu terakhir menarik perhatian pemerintah. Kini, pemerintah sudah mulai membahas mengenai pemberlakuan pahak terhadap transaksi mata uang digital ini. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo mengatakan, karena aset kripto merupakan barang baru di Indonesia, pihaknya akan mendalami lebih lanjut jenis pajak apa yang akan diterapkan. Sejauh ini, Suryo menyebut, aset kripto bisa dikenakan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) apabila kripto dianggap sebagai mata uang atau alat tukar atas barang/jasa. Namun, kripto bisa dikenakan pajak penghasilan (PPh) dari sudut pandang investasi. Sebab, aset kripto diperdagangkan seperti investasi di pasar saham. Sehingga PPh akan ditarik atas capital gain.
"Kami betul-betul baru sepotong model yang kami diskusikan dan bagiamana pemajakan sama dengan penerimaan penghasilan yang bersangkutan," kata Suryo.
Baca Juga: Siap-siap pemerintah akan kenakan pajak kripto CEO Digital Exchange Indonesia Duwi Sudarto Putra menyambut baik rencana pemberlakuan pajak tersebut. Menurutnya, pemberlakuan pajak terhadap aset kripto sangat memungkinkan dan memberi dampak positif pada ekosistem asset kripto di indonesia. Dengan adanya pajak, artinya ekosistem kripto dapat berkontribusi terhadap negara dan dan mengisyaratkan aset kripto sudah diakui oleh pemerintah indonesia. “Namun pemberlakuan pajak terhadap aset kripto masih perlu pembahasan lebih fokus berhati-hati dan mendalam. Di sisi lain, penerapan pajak yang terlalu tinggi terhadap aset kripto dapat menyebabkan potensi terhambatnya perkembangan industri ini sendiri,” kata Duwi kepada Kontan.co.id. Duwi pun melihat, setidaknya ada dua opsi mengenai pengenaan pajak kripto ini.
Pertama, apabila transaksi jual - beli terjadi di indonesia, bisa dikenakan pajak final seperti pada transaksi saham sebesar 0,1%. Namun, dia melihat angkanya bisa dikurangi lagi karena melihat potensi aset kripto saat ini baru permulaan. Menurutnya, dengan adanya relaksasi pajak, bisa mendukung ekosistem aset kripto di indonesia dan dapat menarik minat investor.
Kedua, apabila transaksi jual - beli tidak terjadi di Indonesia, pajak yang lebih tepat mungkin menggunakan pajak atas capital gain. “Perbedaan metode di atas bertujuan untuk membuat ekosistem aset di indonesia menjadi lebih matang. dan lebih menarik para investor baik dalam maupun luar negeri. Untuk metode di atas dapat diaplikasikan ketika semua instrument sudah ada seperti bursa,kliring dan juga depository,” imbuh Duwi.
Sementara CEO Triv.co.id, Gabriel Rey juga menyambut baik rencana penerapan pajak tersebut. Hanya saja, ia melihat sebaiknya pemerintah jangan langsung memberikan beban pajak yang terlalu besar. Menurutnya, pemerintah bisa memberi insentif pajak mengingat pengguna pengguna kripto di Indonesia masih sedikit. “Pemerintah bisa memberikan insentif yaitu pajak yang lebih rendah dari saham, misalnya pph final yang hanya 0.05%. Serta pengaturan pajak yang tidak rumit, kalau rumit nanti investor lokal pasti ogah,” kata Gabriel. Gabriel mengatakan, saat ini investor aset kripto di Indonesia terus mengalami pertumbuhan pesat. Ia membeberkan, volume transaksi di Triv secara year on year pertumbuhannya sudah lebih dari 300%. Hal tersebut bahkan baru terjadi di kuartal I-2021, ini menandakan tingginya pertumbuhan minat yang sangat tinggi di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat