Aset Kripto Selama Sepekan Lesu, Sentimen Negatif Masih Membayangi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Market aset kripto kembali lesu secara keseluruhan pada pekan kedua Mei 2022. Kondisi market langsung mendadak sakit mengingat situasi makroekonomi sedang tak pasti.

Meski begitu market mulai stabil dengan beberapa aset kripto yang melonjak. Melansir CoinMarketCap, delapan dari 10 aset kripto berkapitalisasi pasar terbesar sudah naik dan masuk zona hijau.

Contoh Bitcoin (BTC) yang nilainya naik 14,05% dalam sehari terakhir dan kini berada di US$ 30.383,75. Sementara itu, nilai Ethereum (ETH) ikutan naik 17,26% ke US$ 2.091,36 di waktu yang sama.


Baca Juga: Harga Aset Kripto Longsor, Apa yang Harus Dilakukan Investor?

Beberapa nilai altcoin lainnya pun tak lagi terjun bebas. Nilai BNB dan XRP masing-masing naik 35,09% dan 23,07%. Sementara itu, nilai USD Coin (USDC) dan Binance USD (BUSD) kompak melemah lebih dari 1% dalam 24 jam terakhir.

"Sentimen negatif dampak dari drama stablecoin TerraUSD (UST) membuat pelaku pasar khawatir dan ragu atas kondisi pasar stablecoin dan pasar kripto pada umumnya yang terlalu volatil untuk saat ini. Ketakutan ini pun semakin bertambah setelah Menteri Keuangan AS, Janet Yellen dan The Fed kompak mengatakan bahwa stablecoin adalah risiko besar yang mengancam sektor keuangan," kata Trader Tokocrypto, Afid Sugiono dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Jumat (13/5). 

Namun, investor masih kompak melakukan aksi jual dan melepas aset berisiko mengingat situasi makroekonomi sedang tak pasti. Kondisi inflasi Amerika Serikat masih akan terus membayangi ekonomi Negeri Paman Sam, sehingga mereka pun hijrah dari aset-aset volatil ke aset aman seperti dolar AS.

Baca Juga: Harga Bitcoin Bangkit, Lanjut Naik atau Malah Turun Lagi?

"Laju inflasi yang melebihi proyeksi menyebabkan investor untuk melepas aset berisiko. Hal ini ikut menghantam pasar aset kripto," ungkap Afid.

Kondisi pasar kripto juga selaras dengan saham, pelaku pasar tampak kompak melepas saham sektor teknologi lantaran khawatir bahwa bank sentral AS The Fed bakal kembali mengetatkan kebijakan moneternya dengan agresif. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati