Aset Saham, Kripto, Emas Kompak Naik Ke Level Tertinggi di Pekan Kedua Maret 2024



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasar keuangan dalam negeri nampak bergairah di awal tahun 2024. Aset saham, kripto, hingga emas kompak naik berjamaah ke level tertinggi di pekan kedua bulan Maret 2024..

Berdasarkan data RTI Business, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mengukur kinerja pasar saham tanah air baru saja mencapai rekor harga tertinggi alias All Time High (ATH).

IHSG sempat mencapai 7.454,44 sebagai level ATH pada Kamis (14/3), sebelum akhirnya turun ke level 7.328.054 di penutupan Jumat (15/3).


Kripto juga terpantau terus rekor menembus level tertinggi. Mengutip Coinmarketcap, Bitcoin (BTC) sebagai aset kripto kapitalisasi pasar terbesar mencapai level tertingginya di US$73.750 atau lebih dari Rp 1 miliar pada perdagangan Kamis (14/3).

Kenaikan Bitcoin ini diikuti berbagai altcoin seperti Ethereum, Solana, hingga beberapa Meme Coin.

Baca Juga: IHSG Anjlok 1,42% ke 7.328, EMTK, BBNI dan BRPT Top Losers di LQ45, Jumat (15/3)

Awal pekan ini, harga emas juga berhasil mencatat level perdagangan tertinggi sepanjang masa di US$ 2.182,75 per ons troi pada Senin (11/3). Sejalan dengan penguatan tersebut, Emas Antam turut naik ke level tertinggi ke level harga Rp 1.210 juta per gram, Selasa (12/3).

Melihat fenomena ini, Analyst PT Finex Bisnis Solusi Future Brahmantya Himawan mengatakan bahwa sentimen positif di pasar berkaitan dengan adanya potensi pemangkasan suku bunga Amerika Serikat (AS). Hal tersebut mendorong adanya peralihan ke aset investasi yang berisiko tinggi seperti saham ataupun kripto.

Bram menilai, pasar saham sangat berpotensi melanjutkan tren kenaikan (bullish) ke depannya. Di samping adanya sentimen pemangkasan suku bunga acuan, bulan Ramadhan menjadi sentimen khusus yang mendorong penguatan beberapa sektor saham seperti ritel dan transportasi dalam jangka pendek.

Dalam hal aset kripto, saat ini memang tengah naik daun karena menjelang Halving Bitcon pada awal - pertengahan April 2024 mendatang. Proses halving akan menyebabkan suplai BTC terbatas dan bisa pula mendongkrak pergerakan Altcoin lainnya.

Emas juga terdampak positif potensi pemangkasan suku bunga acuan di tahun ini. Di samping itu, emas didukung oleh faktor safe haven sebagai aset lindung nilai karena perang geopolitik kian memanas di timur tengah. Sementara belakangan ini harga emas sedikit tertahan karena adanya upaya gencatan senjata selama Ramadan.

“Hampir seluruh indeks menguat akibat adanya potensi pemangkasan suku bunga Amerika dalam waktu dekat, sehingga konsumen beralih ke aset yang punya imbal hasil lebih tinggi,” jelas Bram kepada Kontan.co.id, Jumat (15/3).

Baca Juga: Investor Gencar Berinvestasi di Meme Coin Pepe, Nilainya Pun Meroket

Namun, Bram mengamati saat ini ketidakpastian di pasar terkait prospek pemangkasan suku bunga AS tengah meluas. Keraguan pasar meningkat seiring data actual Consumer Price Index (CPI) Amerika Serikat (AS) naik pada Selasa (12/3), serta data Produsen Price Index (PPI) juga naik pada Kamis (14/3) yang membuat pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat menjadi abu-abu.

Data aktual inflasi CPI AS tahunan naik 3.2% lebih dari perkiraan pasar 3.1%. Sedangkan, data aktual inflasi PPI Amerika naik menjadi 0,6% lebih dari perkiraan yang hanya 0,3% dan periode sebelumnya 0,3%.

Selain itu, angka Klaim Pengangguran (Unemployment Claims) turun menjadi 209.000 dari perkiraan 218.000 dan periode sebelumnya 210.000.

Sehingga, Bram menuturkan, kondisi ini selanjutnya memberi sentimen positif terhadap mata uang dolar AS yang akhirnya menekan posisi rupiah. Dalam sepekan ini, rupiah ditutup melemah tipis 0,06% ke level Rp 15.599 per dolar AS, Jumat (15/3).

Menurut Bram, rupiah pun akan sulit mengikuti penguatan pada aset kripto, saham ataupun emas dan justru lebih sering berlawanan arah. Jika suku bunga tinggi, maka biasanya masyarakat lebih memilih untuk menyimpan uang di bank demi imbal hasil yang lebih baik. Investor juga pasti melirik mata uang yang lebih stabil dan memberikan imbal hasil lebih tinggi.

Pengamat Mata Uang Ariston Tjendra mencermati bahwa rupiah masih akan dipengaruhi ekspektasi terhadap kebijakan suku bunga. Di mana, The Fed masih enggan memangkas suku bunga acuannya karena inflasi AS yang sulit turun ke target 2%.

“Ini memicu dolar AS bertahan menguat,” kata Ariston kepada Kontan.co.id, Jumat (15/3).

Baca Juga: Perencanaan Keuangan Saat Bulan Ramadan, Investor Bisa Manfaatkan Kripto dan Saham

Selain itu, kondisi ketegangan geopolitik global yang masih tinggi bisa meningkatkan hambatan suplai dan berpotensi memicu gangguan ekonomi global. Pada akhirnya, kondisi tersebut mendorong pelaku pasar untuk masuk ke aset aman di dolar AS ataupun emas.

Sementara dari dalam negeri, lanjut Ariston, pelaku pasar global mungkin melihat Indonesia kembali mengalami twin deficit di anggaran dan transaksi berjalan, sehingga kebutuhan dollar meninggi. Secara historis pun terlihat pengaruh eksternal memang lebih berdampak bagi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Ariston menilai wajar apabila penguatan terjadi pada aset-aset berisiko karena investor bersiap mengambil peluang saat suku bunga dipangkas. Seperti diketahui, ekspektasi pemangkasan suku bunga sudah meluas dari awal tahun 2024.

Jadi pelonggaran kebijakan moneter membuka peluang untuk koleksi aset saham ataupun kripto. Harga emas pun ikut naik karena ekspektasi pemangkasan yang disebabkan pelemahan dolar AS, selain karena efek perang yang menjaga harga logam mulia di level atas.

Hanya saja, Dia mengingatkan investor untuk tetap waspada perubahan ekspektasi yang bisa membalikkan keadaan. Tidak hanya soal The Fed, tensi geopolitik yang meninggi juga bisa memicu pasar keluar dari aset berisiko.

“Dinamika pergerakan harga aset cukup tinggi, demikian juga ketidakpastian. Jadi investor harus mengelola risikonya masing-masing sesuai kapasitasnya,” imbuh Ariston.

Baca Juga: Ini Strategi Manajer Investasi Meracik Portofolio Saat Lonjakan IHSG, Emas dan Kripto

Sementara itu, pasar surat utang juga tidak begitu bergairah layaknya pergerakan nilai tukar rupiah. Dana asing terpantau banyak keluar dari Surat Berharga Negara (SBN) sekitar Rp 13,61 triliun dari awal tahun hingga 7 Maret 2024.

Kepala Ekonom Bank Permata memandang bahwa hingga saat ini investor asing cenderung menantikan sinyal pemotongan suku bunga dari The Fed. Apalagi, investor asing sudah merevisi ekskpektasi besaran pemotongan di awal tahun ini, dari sebelumnya pemotongan hingga lebih dari 100bps menjadi hanya sekitar 75bps.

Walaupun demikian, Josua melihat, aksi jual para investor asing di pasar obligasi tanah air ini cenderung bersifat shifting alias beralih ke pasar saham domestik. Pasar saham dilirik karena sepanjang tahun ini memiliki kinerja yang lebih baik, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang solid.

Ke depannya, pemotongan suku bunga The Fed maupun Bank Indonesia (BI) pada semester kedua 2024 diharapkan mendukung pasar surat utang. Selain itu, minimnya risiko higher for longer suku bunga Fed, bakal menghindari potensi memburuknya sentimen.

“Sehingga potensi outflow (arus keluar) pada tahun ini relatif lebih rendah,” tutur Josua, Kamis (14/3).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari