Ashmore Dana USD cocok bagi investor agresif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fokus pada sektor keuangan dan mengincar sektor infrastruktur menjadi strategi Ashmore Asset Management Indonesia dalam meracik portofolio reksadana yang bertajuk Ashmore Dana USD Equity Nusantara (ADUEN).

Steven Satya Yudha, Head of Sales and Distribution Ashmore Asset Management Indonesia mengatakan, fokus pemilihan saham diputuskan dengan mempertimbangkan sektor yang berimbas positif pada sentimen belanja negara dan suku bunga Bank Indonesia yang rendah. "Tentunya kami melihat potensi di sektor yang sensitif pada suku bunga rendah, saya pikir sektor perbankan dan properti dengan tema besar memang fokus pada strategi goverment spending dan low interest rate," kata Steven, Senin (16/10).

Berdasarkan data fund fact sheet (FFS) per 30 September 2017, lima saham andalan reksadana ini didominasi sektor keuangan seperti Bank Central Asia (BBCA), Bank Mandiri (BMRI), dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI). Selanjutnya Steven menempatkan Hanjaya Mandala Sampoerna (HMSP) dan Indo Tambangraya Megah (ITMG) dalam lima saham andalan. ADUEN memiliki isi portofolio sebesar 87,44% pada saham dan 12,56% pada instrumen pasar uang.


Sementara, untuk menghadapi kuartal IV 2017, Steven mengekspektasikan belanja pemerintah akan lebih tinggi, sehingga ia menerapkan strategi memilih saham di sektor infrastruktur. "Tentunya kami fokus ke sektor yang terkena imbas positif dari tingginya belanja pemerintah, seperti infrastruktur," kata Steven.

Pemilihan saham dalam ADUEN dilakukan dengan cara bottom up. Menurut Steven, daripada melakukan analisis makro lebih baik melakukan analisis yang lebih mendalam pada setiap emiten.

Dalam mengelola saham yang dipilih, Steven menerapkan kombinasi defensif dan aktif. "Ashmore mementingkan value yang jadi sangat sensitif pada valuasi emiten, misalnya ada emiten yang secara target valuasi sudah tercapai secara fundamental, dari perspektif earning tidak menutup kemungkinan untuk kita melakukan sell disiplin," ujarnya.

Reksadana berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) ini selain memiliki risiko dari pasar modal, juga memiliki risiko dari kurs atau nilai tukar. Maklum underlying asset berasal dari saham lokal sehingga fluktuasi nilai tukar bisa menjadi risiko portofolio reksadana ini.

Namun, Steven berpandangan saat ini nilai tukar rupiah terhadap dollar cukup positif. Hal ini didukung dari defisit fiskal yang membaik, neraca perdagangan yang surplus, dan cadangan devisa yang tinggi. Selain itu, menurut Steven sentimen dari bank sentral AS terkesan sedang waspada. Faktor ini pun dapat memberikan nilai plus pada nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Investor ADUEN didominasi investor ritel, tapi Steven tidak menutup kemungkinan bagi investor institusi untuk masuk. Menurutnya, reksadana ini cocok bagi investor yang memiliki profil risiko tinggi atau agresif. "Pangsa pasar investor ritel karena secara profil risiko produk ini relatif lebih agresif dibanding reksadana biasa, mengingat ada risiko pasar modal ditambah nilai tukar tadi," kata Steven.

Sejak reksadana ini diluncurkan pada Mei 2015, kinerja ADUEN per 30 September 2017 mencapai 17,6% berada di atas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sebesar 10,1%. "Kinerja hingga September kemarin cukup baik di atas 6% dari IHSG dalam denominasi US dollar," kata Steven. Hingga akhir tahun atau full year 2017 Steven mengestimasikan return reksadana ini mencapai 12%-13%.

Total dana kelolaan Ashmore Asset Management Indonesia mencapai Rp 16 triliun. Steven menargetkan bisa menambah Rp 1 triliun lagi hingga akhir tahun 2017. Khusus pada produk Ashmore Dana USD Equity Nusantara (ADUEN), dana kelolaan sebesar US$ 8,6 juta dengan jumlah unit penyertaan 7,3 juta unit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati