JAKARTA. Perusahaan tekstil PT Asia Pacific Fibers Tbk akhirnya bisa menghapus rapor merah. Emiten dengan kode saham POLY ini mencatatkan laba US$ 1,51 juta di semester I-2015. Padahal, di periode serupa tahun lalu, Asia Pacific merugi hingga US$ 25,18 juta. Rupanya, langkah efisiensi dari perusahaan ini membuahkan hasil. "Kami banyak melakukan efisiensi sehingga bisa mencetak laba bersih," kata Tunaryo, Sekretaris Perusahaan PT Asia Pacific Fibers Tbk kepada KONTAN, Rabu (5/8). Salah satunya adalah mendatangkan bahan baku tekstil, terutama untuk membuat benang terephthalic acid (TPA) dari luar negeri atau impor. Padahal, perusahaan ini sudah mempunyai pabrik pembuat TPA yang berada di Karawang, Jawa Barat. Tapi, setelah menelaah sistem produksi, ternyata ongkos produksi lebih mahal ketimbang mengimpor langsung.
Asia Fibers memang tidak mendatangkan seluruh TPA dari luar negeri melainkan baru sebagian saja. "Yang jelas, kami mengkombinasikan produksi TPA saat ini. Sekitar 20% impor dan 80% masih kami produksi sendiri," ungkapnya. Tunaryo tidak memerinci secara detil berapa besar selisih biaya produksi TPA sendiri dengan membeli TPA di luar negeri. Yang pasti, pihaknya membeli TPA dari China yang kebetulan berharga miring. Soalnya, pasokan TPA dari negeri Tembok Raksasa ini berlebih. Alhasil, harga yang didapat bisa lebih murah. Meski begitu, pilihan ini ada imbasnya. Produksi TPA di pabrik POLY yang ada di Karawang jadi berkurang lantaran ada kegiatan impor. Ujung-ujungnya, perusahaan ini pun terpaksa merumahkan para tenaga kerja kontrak atau tenaga kerja alih daya. Sayang, Tunaryo enggan memberikan perincian berapa besar jumlah pekerja yang terpaksa dirumahkan dengan dalih sudah tidak ingat secara persis jumlahnya. "Yang pasti jumlahnya ada ratusan orang," tandas dia. Berkat upaya penghematan tersebut, beban pokok Asia Fibers di periode semester satu 2015 turun 20,67% menjadi US$ 210,08 juta. Padahal pada semester I-2014 mencapai US$ 264,84 juta. Dampak wajib rupiah Meski berhasil berhemat, pendapatan perusahaan ini justru terpangkas 17,74% di semester I-2015 menjadi US$ 216,85 juta. Padahal, periode sama tahun lalu mencapai US$ 263,63 juta. Menurut Tunaryo, penurunan pendapatan perusahaan ini akibat penjualan produk Asia Fibers di pasar dalam negeri menggunakan mata uang rupiah. Ini memang titah wajib dari Bank Indonesia. Dan faktor yang tidak kalah penting ekonomi makro domestik yang saat ini tengah lambat yang berimbas terjadi penurunan daya beli.
Meskipun neraca keuangan mulai membaik, manajemen Asia Fibers tidak terlalu berambisi terlalu ekspansi bisnis pada tahun ini. Dengan belanja modal yang dipatok antara US$ 15 juta sampai US$ 20 juta tahun ini, perusahaan ini fokus meningkatkan produk non tekstil untuk otomotif, tepatnya produk untuk jok mobil. Produk inilah merupakan upaya meningkatkan penjualan produk yang punya nilai tambah tinggi. Produk non tekstil ini dibuat di Kendal Jawa Tengah. Penggunaannya untuk home furnishing, alat kesehatan, seprai dan korden rumah sakit yang perlu steril. Produk ini juga digunakan untuk alat olah raga. Porsi penghasilan non tekstil ini bisa mencapai 30% dari penghasilan. "Semua produk ini untuk di ekspor ke Eropa," katanya. Dengan cara ini, manajemen Asia Pacific Fibers optimistis hingga akhir tahun ini bisa tetap mengerek penjualan dan mencatatkan laba. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Havid Vebri