Indonesia baru saja sukses mencuri perhatian negara luar lewat megahnya pembukaan Asian Games 2018 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta Sabtu kemarin (18/8). Tidak saja karena melibatkan 4.000 penari yang dibawakan secara kolosal atau panggung megah yang menampilkan panorama gunung dan berbagai flora khas Indonesia, atau juga melibatkan selebritas papan atas dalam negeri. Yang tidak kalah menarik adalah aksi Presiden Joko Widodo menunggangi motor gede Yamaha FZ 1 milik pengawalnya menjelang opening ceremony Asian Games. Sebuah adegan memukau dari seluruh rangkaian pesta terbesar kedua di dunia yang mengikutsertakan lebih dari 15.000 peserta dari 45 negara. Hanya kalah jumlah dari Olimpiade yang diikuti 190 lebih negara. Ini membuktikan ajang multievent tersebut merupakan momentum magis untuk mensinergikan kekuatan Asia dalam kancah diplomasi global. Maklum, Indonesia bergulat keras mempersiapkan penyelenggaraan pesta olahraga itu. Menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, diperkirakan dampak langsung Asian Games 2018 bagi ekonomi DKI Jakarta mencapai Rp 22 triliun selama periode 2016–2018, dengan estimasi bertambahnya pengunjung DKI Jakarta mencapai 408.400 orang. Rinciannya 154.069 wisatawan mancanegara dan 254.332 wisatawan nusantara.
Ini juga berdampak pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil DKI Jakarta senilai Rp 14 triliun (2015-2019). Yang didorong oleh peningkatan investasi, belanja pemerintah, dan konsumsi rumah tangga. Jumlah kesempatan kerja pada 2015–2019 juga bertambah sebesar 57.300 orang. Demikian pula dengan pengunjung ke Palembang yang diperkirakan bertambah hingga 175.029 orang. Terdiri 66.029 wisatawan mancanegara dan 108.999 wisatawan nusantara. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil di Palembang juga akan bertambah Rp 4,2 triliun (2015–2019), didorong peningkatan investasi, belanja pemerintah, dan konsumsi rumah tangga. Kesempatan kerja juga bertambah 51.500 orang. Karena itu, pemerintah dan seluruh eksponen terkait, termasuk rakyat, tidak menyia-nyiakan momentum bersejarah ini. Dari segi keamanan, pemerintah tidak mau kecolongan. Ini jelas menyangkut pertaruhan reputasi politik keamanan negara. Citra sebagai satu dari 10 negara teraman di dunia -hasil penelitian Gallups Law and Order baru-baru ini- tentu saja bukan sebatas simbol, namun harus dijaga agar berdampak luas. Sistem pengamanan Asian Games pun dilaksanakan berdasarkan standar internasional zero tolerance (tanpa pandang bulu) dan merujuk pada ketentuan Olympic Council of Asia (OCA). Berbagai venue pertandingan, jalur akomodasi transportasi atlit hingga tempat non pertandingan (keamanan transportasi, trafik, dan teknologi informasi) diberlakukan pengamanan ketat. Tidak tanggung-tanggung sudah 283 teroris yang tersebar di berbagai daerah yang berhasil diringkus menjelang Asian Games. Satuan tugas antiteror dibentuk di polda yang tersebar di 34 provinsi untuk memperkuat kerja Densus 88 Antiteror. Ini semata-mata untuk menghadirkan rasa aman kontingen selama berada di Indonesia. Tidak hanya itu, Panitia Penyelenggara Asian Games yakni, Inasgoc, juga melakukan promosi untuk menggaungkan semarak Energy of Asia lewat pelbagai strategi. Demi efisiensi, promosi mulai digencarkan dihitung mundur pada Agustus 2017 hingga saat penyelenggaraan Asian Games dan kembali berpromosi setelah Asia Games selesai. Promosi dimulai dengan memasang maskot Asian Games di titik-titik strategis memanfaatkan momentum mudik lebaran dan pemilihan kepala daerah. Biaya promosi di seluruh Indonesia berupa iklan media massa (on air) serta kegiatan kampanye (off air) yang dialokasikan kurang lebih Rp 500–Rp 600 miliar. Panitia juga sudah siap memperkenalkan budaya masyarakat Indonesia kepada kontingen lewat suguhan makanan khas Indonesia di setiap tempat penampungan atlet dengan tetap memperhatikan nutrition fact atau kandungan makanan yang disajikan. Pentas kepercayaan diri Dalam hal kebersihan, sepanjang berlangsungnya Asian Games, sebanyak 4.000 relawan turun mengedukasi publik untuk menjaga kebersihan lingkungan dan memastikan kebersihan arena Asian Games. Lihat saja misalnya, komunitas clean the city yang datang ke stadion saat timnas bermain dengan gerakan memungut sampah di sekitar stadion yang dipenuhi suporter Indonesia. Ada yang namanya #KontingenKebaikan Danone-AQUA yang akan melakukan berbagai aktifitas di empat area yakni: Jakarta (GBK, Kemayoran), Bogor (Stadion Pakansari) dan Palembang (Jakabaring) dengan gerakan yang mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mewariskan nilai budaya Indonesia (ramah-tamah, gotong-royong, tolong-menolong). Selain mengedukasi pentingnya pemilahan sampah dan kecermatan dalam menggunakan produk plastik selama berjalannya Asian Games. Tentu bukan hanya impian ekonomi saja yang dikejar dari balik penyelenggaraan Asian Games. Yang tidak kalah penting dari ajang ini adalah membangun pentas kepercayaan diri sebagai bangsa yang besar dan beradab di tengah pergaulan Asia dan mondial. Keberhasilan menyelenggarakan Asian Games adalah kemenangan dalam menarasikan mentalitas championship tidak saja dalam konteks mengolahragakan tubuh dan jiwa dalam spirit kontestasi, namun juga kemenangan dalam mempromosikan nilai kefatsunan, keadaban, keragaman serta toleransi bangsa kepada masyarakat luar negeri. Itulah sebabnya Soekarno (dalam Muhidin Dahlan, 2016) berpendapat olahraga adalah medium untuk memetakan sekaligus mengimajinasi kekuatan kolektif bangsa (poleksosbud) di tengah percaturan internasional terutama dalam menyongsong persaingan pembangunan antar-negara. Nilai kompetisi yang berbasis solider, energik, inovatif, militan, humanis dan visioner adalah energi yang menginspirasi suatu pijar kebaikan dan keunggulan bagi sebuah bangsa yang komitmen terhadap pembangunan olahraga. Ini kemudian yang mendorong Soekarno mencetuskan suatu ajang perlombaan olahraga internasional (Ganefo) yang kelasnya setara dengan Olimpiade.
Asian Games di Indonesia bertepatan dengan perayaan kemerdekaan Indonesia ke-73. Artinya sebuah peluang emas untuk melakukan national branding, bahwa keyakinan akan keteguhan nasionalisme dan supremasi kebangsaan Indonesia bisa dimulai dari momentum magis pesta kristalisasi peluh dan medali dari anak-anak bangsa. Momentum ini menjadi modal sakral pelecut kekuatan dan ketangguhan bangsa dalam bekerja keras memenangkan kompetisi global. Yakni merancang sistem pendidikan, SDM unggul dan kompetitif dan menelurkan agenda sains menyongsong era industri 4.0. Era yang menggerakkan perdagangan barang melalui transmisi informasi dan gagasan. Semoga pijaran cahaya Asia itu menjadi kenyataan!•
Umbu TW Pariangu Dosen FISIP Universitas Nusa Cendana, Kupang Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi