KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten holding dari sejumlah konglomerasi membukukan kinerja yang bervariasi pada kuartal I-2024. Top line dan bottom line sebagian emiten holding mampu menanjak, tapi ada juga yang justru melandai. Dari grup bisnis Astra, PT Astra International Tbk (
ASII) mengalami penurunan kinerja dengan meraup pendapatan Rp 81,20 triliun, turun 2,14% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Year on Year/YoY). Laba bersih ASII ikut menyusut 14,35% (YoY) menjadi Rp 7,46 triliun dalam tiga bulan pertama 2024. Nasib serupa dialami oleh induk grup bisnis MNC, yakni PT MNC Asia Holding Tbk (
BHIT) yang meraih pendapatan senilai Rp 4,07 triliun, turun 13,21%. Sementara laba bersih BHIT ambles 35,38% (YoY) menjadi sebesar Rp 157,89 miliar.
Dari Grup Barito milik taipan Prajogo Pangestu, pendapatan PT Barito Pacific Tbk (
BRPT) merosot 4,93% menjadi US$ 618,59 juta. Secara bottom line, BRPT meraih laba bersih US$ 8,85 juta atau anjlok 61,98% (YoY).
Baca Juga: Cermati Rekomendasi Teknikal Saham dari RHB Sekuritas untuk Hari Ini (7/5) Sedangkan dari Grup Bakrie, pendapatan PT Bakrie & Brothers Tbk (
BNBR) naik tipis 2,27% (YoY) menjadi Rp 854,32 miliar. Hanya saja, laba bersih BNBR anjlok 24,21% (YoY) menjadi Rp 53,01 miliar pada kuartal I-2024. Sementara itu, perusahaan investasi milik Edwin Soeryadaya dan Sandiaga Uno PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (
SRTG) mampu menyusutkan kerugian. Rugi bersih SRTG menciut 41,45% (YoY) menjadi Rp 2,57 triliun. Induk Grup Emtek, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (
EMTK) punya kinerja yang moncer. Pendapatan EMTK tercatat tumbuh 13,24% (YoY) menjadi Rp 2,48 triliun. Secara bottom line, EMTK membalikkan posisi rugi menjadi laba bersih Rp 259,39 miliar. PT Multipolar Tbk (
MLPL) dari Grup Lippo juga mampu mendongkrak kinerja. Penjualan MLPL tumbuh 20,71% (YoY) menjadi Rp 3,03 triliun, dan laba bersihnya menanjak 6,36% (YoY) menjadi Rp 31,24 miliar pada kuartal I-2024. Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy menyoroti kinerja emiten holding yang bervariasi mencerminkan dinamika bisnis dari anak-anak perusahaannya. Secara umum, kinerja emiten konglomerasi juga akan dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi, kebijakan suku bunga, nilai tukar, hingga harga komoditas.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham CTRA, TLKM, dan CTRA untuk Perdagangan Selasa (7/5) Abdul Haq mencontohkan kondisi suku bunga tinggi menekan sektor otomotif yang masih dominan digerakkan oleh skema kredit. Situasi ini kemudian ikut menekan kinerja ASII bersamaan dengan normalisasi harga komoditas global dan kompetisi dari derasnya impor mobil listrik asal China. Sedangkan untuk perusahaan investasi seperti SRTG kinerjanya akan lebih dipengaruhi oleh dinamika saham dan pembagian dividen dari anak-anak usahanya. "Secara keseluruhan pada kuartal I-2024 memang cukup banyak sentimen yang menerpa berbagai sektor," kata Abdul Haq kepada Kontan.co.id, Senin (6/5). Di sisi yang lain, performa saham sebagian emiten holding cenderung kurang diminati oleh para pelaku pasar. Tengok saja BNBR dan BHIT yang masih terlelap sebagai saham gocap. Secara year to date, MLPL juga merosot ke level Rp 50-an, meski dalam dua perdagangan terakhir mulai menunjukkan tanda penguatan. Menurut Abdul Haq, para investor cenderung melihat emiten holding tidak terlalu menghasilkan capital gain yang menarik dibandingkan anak usahanya. Apalagi secara historis sebagian emiten holding mengalami trend bearish secara jangka panjang.
"Emiten holding lebih berfokus terhadap investasi di anak usahanya, sehingga berat untuk bergerak fluktuatif secara jangka pendek ataupun menengah. Dengan alasan itu para investor lebih memilih anak usaha dibandingkan holdingnya," terang Abdul Haq. Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto menambahkan, saham anak usaha lebih diminati ketimbang holding lantaran perolehan pendapatan dan laba hingga besaran dividen emiten holding juga tergantung kontribusi dari anak-anak usahanya. Orientasi pelaku pasar terhadap emiten holding lebih bersifat jangka panjang.
Sedangkan jika mengejar kenaikan harga, maka kecenderungannya fokus ke saham anak usaha. Apabila ingin mengoleksi saham emiten holding, William menyarankan tetap cermati momentum teknikalnya. Dia merekomendasikan trading buy saham SRTG. Kemudian, bisa perhatikan peluang buy on weakness pada saham ASII dan spekulatif buy untuk saham EMTK jika masih bertahan di atas support Rp 388. Abdul haq turut menyarankan buy on weakness saham ASII dan buy SRTG. Rekomendasi dia, buy on weakness ASII di harga Rp 5.100 untuk target harga Rp 5.275 - Rp 5.425, dan pertimbangkan stoploss jika tembus ke Rp 4.910. Kemudian buy SRTG di harga Rp 1.430 untuk target harga Rp 1.490 - Rp 1.570, dan stoploss jika tembus ke Rp 1.375 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari