Asing di obligasi korporasi bisa naik di 2017



JAKARTA. Kepemilikan investor asing di pasar obligasi korporasi masih rendah. Minimnya likuiditas menjadi salah satu penyebab utama. Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 11 November 2016, kepemilikan investor asing di pasar obligasi korporasi mencapai 6,1% atau Rp 19,12 triliun dari total outstanding Rp 313,53 triliun.

Salyadi Saputra, Direktur Utama PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) berpendapat, wajar jika kepemilikan investor asing di pasar obligasi korporasi masih minim. Sebab, likuiditas pasar surat utang emiten terbilang rendah. Hal ini menyulitkan investor asing dalam memperjualbelikan instrumennya setiap waktu.

Maklum, investor asing memang cukup sensitif dengan tekanan di pasar, semisal volatilitas rupiah. "Misalnya pasar sedang volatil. Investor asing mau keluar, tapi sulit untuk menemukan pembeli di pasar obligasi korporasi," terangnya.


Bandingkan saja dengan akumulasi asing di surat berharga negara (SBN) yang tercatat hingga Rp 674,71 triliun atau 38,09% dari total outstanding Rp 1.771,45 triliun. Dengan tingginya jumlah SBN yang beredar di pasar, mudah bagi investor untuk mengambil aksi setiap saat.

Akibat likuiditas yang rendah, pasar obligasi korporasi juga kurang reaktif. Artinya, jika pasar tengah berbalut tren bullish, penguatan harga yang dialami obligasi korporasi lebih rendah ketimbang pasar SBN. "Investor asing biasanya cari kenaikan harga (capital gain). Mereka lebih suka SBN yang lebih kuat larinya jika pasar sedang positif," imbuhnya.

Makanya pasar obligasi korporasi masih didominasi oleh investor dalam negeri. Semisal manajer investasi, perbankan, dana pensiun, hingga asuransi. Maklum, jenis investor ini cenderung menggenggam surat utang emitennya hingga jatuh tempo agar dapat mengoleksi kupon.

Kendati demikian, Salyadi berharap, kepemilikan investor asing di pasar obligasi korporasi dapat menggemuk di tahun 2017. Sebab, likuiditas pasar surat utang emiten berpotensi menanjak. "Kami prediksi penerbitan obligasi korporasi baru tahun depan bisa mencapai Rp 119,6 triliun. Minat investor asing bisa bertambah," jelasnya.

Katalis positif bersumber dari terkendalinya inflasi dalam negeri, stabilitas rupiah, pertumbuhan ekonomi di level 5% - 5,4%, serta tren suku bunga yang relatif rendah.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini