Asing Jual Neto Rp 21,46 Triliun Pekan Lalu, SBN Paling Terdampak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan jual investor asing di pasar keuangan domestik terutama pada surat utang masih berlanjut. Asing ramai menjual kepemilikan obligasi seiring prospek suku bunga tinggi dan eskalasi konflik di Timur Tengah.

Bank Indonesia (BI) mencatat berdasarkan data transaksi 16 – 18 April 2024, asing melakukan jual neto sebesar Rp 21,46 triliun. Rinciannya, net sell sekitar Rp 9,79 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp 3,67 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp 8 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Dengan demikian, dari awal tahun sampai 18 April 2024, asing mencatatkan jual neto sekitar Rp 38,66 triliun di pasar SBN, beli neto sebesar Rp 15,12 triliun di pasar saham dan beli neto Rp12,90 triliun di SRBI.


Baca Juga: Tiga Hari Asing Hengkang Rp 21,46 T, Rupiah Dekati Rekor Terburuk Sejak Krismon 1998

Chief Dealer Fixed Income & Derivatives Bank Negara Indonesia (BNI) Fudji Rahardjo mencermati, arus keluar dana asing negara berkembang termasuk Indonesia di awal tahun 2024 ini dipengaruhi oleh tingginya suku bunga Amerika Serikat (AS) dan eskalasi konflik di Timur Tengah.

Seperti diketahui, probabilitas The Fed memangkas suku bunga kembali mundur menjadi September 2024 dari sebelumnya diperkirakan Juni 2024. Disamping itu, Israel dan Iran sama-sama telah melakukan aksi serangan yang menimbulkan potensi perang dunia ketiga.

“Akibatnya, imbal hasil atau yield SBN maupun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sempat melonjak ke tingkat tertinggi sejak pandemi 2020, setelah kabar serangan Iran ke Israel pasca Lebaran,” kata Fudji kepada Kontan.co.id, Senin (22/4).

Adapun rupiah pekan lalu jatuh ke level terendah pada April 2020 silam di Rp 16.260 per dolar AS. Di tengah depresiasi rupiah, yield SBN tenor 10 tahun tembus di atas 7%.

Menurut Fudji, tren arus keluar dana asing di negara berkembang ini diperkirakan akan berkurang saat The Fed mulai memangkas suku bunganya. Sebab, data inflasi dan ketenagakerjaan AS memberikan sentimen besar bagi pergerakan pasar global.

Baca Juga: Nasib Rupiah Masih Merana, Skenario Terburuk Bisa Menyentuh Rp 17.000 Per Dolar AS

“Selain itu, investor asing berpotensi kembali melirik aset berisiko jika konflik geopolitik di Timur Tengah maupun Rusia-Ukraina semakin mereda,” tambahnya.

Di tengah momentum berkurangnya ketidakpastian global, minat asing ke pasar dalam negeri berpotensi meningkat, apabila kondisi fundamental Indonesia tetap terjaga di tengah masa transisi pemerintahan baru.

Fudji juga memandang bahwa seandainya terdapat kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI), maka bisa menghambat derasnya aliran dana keluar alias outflow. Hanya saja, faktor konflik geopolitik juga masih membayangi prospek aliran dana tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi