KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren investor asing keluar dari pasar saham masih berlanjut. Pada perdagangan Senin (4/11) atau pekan pertama bulan Desember, asing mencatatkan penjualan bersih alias net sell sebesar Rp 845,32 miliar. Selama satu bulan terakhir, setidaknya asing telah membukukan net sell sebesar Rp 13,58 triliun dan secara year to date (ytd) juga masih net sell sebesar Rp 37,04 triliun. Disetujuinya draf reformasi pajak Amerika Serikat, bisa membuat iklim bisnis di negeri Paman Sam kian menarik. Kebijakan ini mulus melenggang setelah 51 dari 52 senat Partai Republik sepakat untuk meloloskan program itu dengan revisi. Apakah kebijakan Donald Trump itu mampu mengurangi porsi investasi asing di pasar saham Indonesia?
Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Sekuritas menyatakan keluarnya investor asing hampir terjadi pada semua emerging market, bukan hanya Indonesia. Edwin sepakat, hal itu dikarenakan adanya sentimen pemotongan pajak di Amerika Serikat. Hal ini bisa memungkinkan adanya perbaikan ekonomi AS dan membuat uang banyak beredar di sana. Selain adanya reformasi pajak AS, kebijakan Fed Funds Rate dan perampingan neraca The Fed juga mempengaruhi investor asing sehingga keluar dari pasar saham emerging market. "Tetapi sebetulnya itu adalah peluang investor dalam negeri untuk masuk," ujar Edwin kepada KONTAN di Jakarta, belum lama ini. Dia meyakini, investor domestik masih cukup besar. Oleh karena itu, apabila investor asing banyak yang keluar, masih bisa digantikan oleh investor domestik. Terutama investor institusi seperti BPJS, Taspen, Asabri, maupun Pertamina. Investor institusi tersebut dinilai akan mengejar target return investasi lewat portofolio saham. "Peluang dari obligasi akan menurun, karena ada potensi kenaikan Federal Funds Rate (FFR)," lanjutnya. Untuk itu, return dari obligasi akan cenderung menurun. Sementara target investasi dari institusi tersebut akan meningkat. Maka dinilai institusi tersebut akan mencari alternatif portofolio lain, seperti saham. "Justru menurut saya, ketika investor domestik (institusi) mendominasi, maka market menjadi lebih stabil. Karena mereka tidak ada urgensi untuk melakukan profit taking dalam rangka repatriasi," imbuh Edwin. Meski demikian, Edwin menyebut, investor asing akan mulai kembali ke Indonesia. Ketika mereka melihat realisasi pasca reformasi pajak di Amerika Serikat terdapat pertumbuhan kinerja yang signifikan dan sesuai dengan target, maka investor asing bisa bertahan. Namun, sebaliknya bila tidak sesuai dengan harapan, mereka bisa kembali masuk ke emerging market, termasuk Indonesia. "Di sisi lain, akan ada perbaikan kerja ekonomi di Indonesia. Otomatis akan berpengaruh pada kinerja perusahaan di Indonesia. Maka asing akan balik lagi," katanya.