JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih terpuruk pada perdagangan sesi I, Senin (14/11). Mengacu data RTI, indeks jatuh 2,63% atau 137,713 poin ke level 5.094,258. Ada 253 saham bergerak turun, 47 saham bergerak naik, dan 68 saham stagnan. Perdagangan sesi I melibatkan 6,30 miliar lot saham dengan nilai transaksi mencapai 5,37 triliun. Seluruh indeks sektoral memerah. Sektor infrastruktur turun paling dalam 4,06% dan diikuti konstruksi turun 3,61%, dan keuangan turun 3,49%.
Aksi jual investor asing pun semakin ramai. Di pasar reguler, net sell asing Rp 1,213 triliun dan Rp 1,096 triliun keseluruhan perdagangan. Saham-saham yang masuk top losers LQ45 antara lain; PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) turun 6,82% ke Rp 1.640, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) turun 6,52% ke Rp 645, dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) turun 1.790. Sedangkan, saham-saham yang masuk top gainers LQ45 antara lain; PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) naik 3,45% ke Rp 6.750, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) naik 0,96% ke Rp 1.580, dan PT Charoen Pokphand Tbk (CPIN) naik 0,94% ke Rp 3.220. "Koreksi yang masih berlangsung di bursa kawasan Asia, masih akan memberikan tekanan pada pergerakan IHSG," kata Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo dilansir dari
Antara. Menurut dia, koreksi yang terjadi di pasar saham seiring dengan antisipasi investor terhadap aksi-aksi yang akan ditunjukkan oleh Donald Trump, sebagai Presiden Terpilih Amerika Serikat yang sedianya akan diangkat pada Januari 2017 mendatang.
Di sisi lain, lanjut dia, pelaku pasar di negara-negara berkembang juga khawatir bank sentral Amerika Serikat (The Fed) akan menaikkan suku bunga dengan lebih agresif pasca Donald Trump menjadi Presiden AS. Hal senada juga disampaikan Vice President Research and Analysis Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere. Ia mengatakan bahwa di tengah minimnya sentimen positif dari dalam negeri, fluktuasi IHSG masih akan terbawa pengaruh sentimen dari pasar global. "Gejolak pasar yang terjadi di AS sangat sensitif terhadap pasar saham di dalam negeri. Tentunya, hal itu juga menjadi ancaman bagi pergerakan rupiah," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto