KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investor asing hengkang dari pasar saham tanah air dalam sepekan. Mengutip RTI, Minggu (11/12), jumlah
net sell asing dalam sepekan mencapai Rp 7,37 triliun di pasar reguler. Sejumlah saham-saham kapitalisasi besar (
big caps) menjadi sasaran aksi jual investor asing. Seperti misalnya PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) yang mencatatkan
net sell hingga Rp 2,6 triliun dalam sepekan. Kemudian, ada saham PT Telkom Indonesia Tbk (
TLKM) dengan jumlah
net sell Rp 1,2 triliun. Lalu PT Astra International Tbk (
ASII) yang mencatatkan
net sell hingga Rp 700,4 miliar. Saham PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI) mencatatkan
net sell Rp 651,2 miliar. Lalu, ada PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI) dengan jumlah
net sell asing mencapai Rp 500,2 miliar.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan, asing melepas saham-saham tersebut karena harganya yang sudah naik tinggi. Saham-saham ini masih memiliki fundamental yang kuat, sehingga Arjun menilai
net sell yang terjadi hanya berupa aksi ambil untung alias
taking profit oleh investor asing terhadap saham tersebut. Asal tahu, aksi net sell dibarengi dengan koreksi saham-saham tersebut. Misal, saham TLKM dan ASII. ASII misalnya, sahamnya anjlok 7,35% dalam sepekan, sementara TLKM turun hingga 8,75%. Arjun melihat, saham TLKM dan ASII anjlok sesuai dengan penurunan harga saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (
GOTO), mengingat dua emiten tersebut memiliki investasi di GOTO.
Baca Juga: Dana Asing Hengkang Rp 7,37 Triliun dari Pasar Saham dalam Sepekan “Anjloknya harga saham GOTO menyeret saham ASII and TLKM. Bisa dibilang saham ASII dan TLKM terjadi
panic selling akibat anjloknya saham GOTO,” kata Arjun, Minggu (11/12). Sementara
net sell untuk saham perbankan big 4 dinilai Arjun hanya dikarenakan aksi
taking profit saja. Sebab, saham-saham perbankan terbesar se-Indonesia tersebut sudah naik kencang sejak pertengahan tahun ini. Beberapa saham perbankan big 4 seperti BBCA dan BMRI telah mencapai harga tertingginya sepanjang masa alias
all time high. “Ini cuma aksi konsolidasi menurut saya. Jadi sangat wajar kalau investor maupun asing atau lokal melakukan
taking profit,” sambung dia. Menurut Arjun, saham-saham
big caps ini masih menarik dikoleksi dan untuk investasi jangka Panjang, terutama saham perbankan big 4. Emiten-emiten perbankan ini memiliki fundamental yang sangat kuat dan mereka bisa mendapatkan manfaat dari kondisi pasar saat ini yang sedang berada dalam tren kenaikan suku bunga. “Tren kenaikan suku bunga bagus untuk sektor perbankan dengan modal yang kuat seperti big 4 perbankan,” tutup dia.
Analis Phintraco Sekuritas Rio Febrian juga menilai, investor bisa mencermati saham perbankan big 4. Catatan Rio, emiten perbankan big 4 berhasil mencatatkan pertumbuhan laba di kuartal ketiga 2022, seperti BBRI yang labanya naik 103%
year-on-year (YoY) laba BBNI naik 77% yoy, laba bersih BMRI naik 59% yoy, dan laba bersih BBCA naik 25%. “Walaupun BBCA mencatatkan pertumbuhan terkecil dibandingkan ketiga perbankan, tetapi secara rasio perbankan seperti
capital adequacy ratio (CAR) dan
non-performing loans (NPL) BBCA paling sehat dibandingkan ketiga bank tersebut,” kata Rio. Kepala riset Samuel Sekuritas Indonesia Prasetya Gunadi menyematkan
rating overweight untuk sektor perbankan. Dia meyakini, BBCA, BBRI, BBNI, BMRI dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (
BBTN) dapat menyerap potensi risiko NPL yang lebih tinggi ke depannya. Hal ini, ditambah dengan penurunan net interest margin (NIM) yang tidak signifikan, sehingga akan membuka jalan bagi pertumbuhan laba bersih sebesar 14,3% di tahun depan. Samuel Sekuritas lebih menyukai bank besar ketimbang bank kecil, mengingat bank besar masih akan menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit, dan bank besar akan menikmati
cost of fund (CoF) yang lebih rendah di tengah kondisi likuiditas yang semakin ketat. Saham BBRI dan BMRI menjadi pilihan utama alias
top picks dengan target harga masing-masing Rp 6.200 Rp 12.600. Samuel Sekuritas juga memberikan rekomendasi
buy untuk saham BBNI dengan target harga Rp 11.700, meski BBNI memiliki strategi yang berbeda dengan BMRI, yakni dengan berfokus pada peningkatan kualitas aset ketimbang pertumbuhan kredit.
Baca Juga: IHSG Ambles 4,34% Sepekan, Ini Sentimen yang Menyeretnya Sementara itu,
rating hold disematkan untuk saham BBCA, dengan target harga yang dipasang Rp 9.700. “Kami melihat BBCA masih memiliki prospek yang solid di 2023, namun valuasinya kemungkinan sudah mencapai titik puncak,”kata Prasetya. Adapun risiko yang menyelimuti rekomendasi sektor perbankan diantaranya pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dari perkiraan, NIM dan pertumbuhan kredit yang lebih lemah dari perkiraan, dan biaya kredit yang lebih tinggi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari