Asing mulai melihat pasar Indonesia dalam kondisi netral



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gonjang-ganjing perang dagang masih saja terus membayangi pasar dunia. Tapi  outflow dana asing dari pasar saham kita sudah mulai mereda. Bagaimana dampaknya terhadap pasar saham kita? Apa saja saham yang bisa dipilih investor? Berikut ini analisis IHSG dari Jemmy Paul Investment Director Sucorinvest Asset Management kepada KONTAN.

Apa saja kondisi yang harus diwaspadai para investor sekarang ini?

Memang ada beberapa isu yang menarik ya, seperti trade war kemudian kenaikan suku bunga, ini yang mungkin akan menjadi isu, kita lihat untuk global ya.  terutama apakah The Fed sudah selesai menaikkan suku bunga secara drastis atau pelan-pelan nanti ya. Kita lihat masih ada sedikit tantangan, apakah kita akan menaikkan 50-100 bps ya, untuk suku bunga di dalam negeri.


Nah itu juga mungkin akan mempengaruhi pasar obligasi kita dan juga saham dan terutama rupiah, karena seandainya kita tidak mengikuti kenaikan suku bunga global, mungkin rupiah akan sedikit tertekan, karena adanya disparitas antara minat investasi asing ke Indonesia.

Nah itu juga salah satu yang harus kita perhatikan untuk investor melakukan investasi. Tetapi kita sangat yakin fundamental belum akan terlalu banyak berubah ya dengan adanya trade war ya antara China dengan Amerika dan kenaikan suku bunga, walaupun yang harus kita perhatikan adalah trade war China dan Amerika tersebut ya. Yang ini menjadi dampak kekhawatiran ke depan ya. Karena kalau seandainya, trade war tersebut terus berlangsung dan mempengaruhi ekonomi dunia, mungkin akan membuat perekonomian dunia akan sedikit slowing downdan tentu saja permintaan akan ekspor barang-barang dalam negeri akan sedikit melemah ya. Itu akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kita secara keseluruhan.

Saat ini kita sangat mendapat windfall dari kenaikan harga komoditas dunia, kita lihat kenaikannya harga batubara, dan minyak yang secara tidak langsung malah menaikkan pendapatan APBN kita ya karena porsi subsidi kita tidak sebesar zaman dulu. Tetapi kalau seandainya pertumbuhan dunia melemah gara-gara adanya trade war Amerika dan China ini yang kemudian dilanjutkan ke Uni Eropa dan bahkan katanya ke Indonesia. Mulai sempat digaung-gaungkan ya. Mungkin akan mempengaruhi juga di komoditi dan itu akan membuat harga komoditi dunia melemah.Nah ini yang akan menjadi tantangan ke depan sih buat kita. Selain harus melihat kenaikan harga rupiah juga, karena rupiah itu menandakan confidence dari pasar terutama daripada asing terhadap situasi ekonomi Indonesia ya.

Bagaimana investor asing melihat Indonesia sekarang ini?

Kalau kita lihat sekarang, asing sudah mulai melihat Indonesia netral ya. Jadi ada 2 tipe investor asing yang biasa masuk adalah passive fund dan active fund. Passive fund itu biasanya cuma berdasarkan bobot penilaian daripada sebuah negara, berapa besar equity market atau bond market dari negara tersebut untuk dijadikan portofolio secara global.

Nah itu cuma berdasarkan size dari negara tersebut. Kalau itu kita lihat dengan adanya MSCI inclusion untuk China dan Arab Saudi saya lihat sudah mulai priced in, karena passive fund manager untuk keluar Indonesia sudah mulai tidak ada lagi dibandingkan dengan kejadian beberapa bulan sebelumnya yang terus melakukan outflow ya, mereka selalu keluar dari pasar. Tapi dari sisi active fund sendiri mulai menarik karena ada beberapa saham blue chip kita yang cukup menarik ya secara valuation, kalau kita lihat misalkan, saham misalkan ada bank kita seperti BNI, Mandiri, BRI bahkan sekarang trading di level bahkan PE di 9 -10 kali, ini sebenarnya sangat menarik, kalau kita bandingkan dengan di negara lain. PBV-nya juga rendah, sedangkan Return on Equity kita masih cukup tinggi. Jadi kita juga menjadi salah satu  target investasi active fund manageryang merasa Indonesia secara valuasi sudah cukup murah. Kita melihat beberapa saham juga seperti Telkom dan lain-lain, walau pun laporan keuangannya agak jelek ya tapi secara valuasi juga sudah cukup menarik dibandingkan bertahun-tahun sebelumnya.

Bagaimana kinerja para emiten kita di semester pertama ini?

Kinerja daripada emiten kita yang kita lihat laba bersih kuartal kedua yang keluar tidak setinggi ekspektasi karena alasannya rupiah yang melemah, cukup mempengaruhi sih cost of fund, dan juga mempengaruhi biaya produksi untuk bagian manufaktur dan lain-lain.

Tapi kita lihat ada beberapa sektor yang walaupun naik ya seperti konsumer di ritel dan perdagangan tapi dibarengi dengan penurunan di sektor Telekomunikasi karena adanya masalah kemarin one single identity ya yang mempengaruhi laporan keuangan emiten. Juga  ada beberapa emiten, terutama manufaktur yang terkena dampak pelemahan rupiah karena adanya kenaikan harga bahan baku mereka. Jadi memang net off sih dan sedikit lebih rendah daripada yang diperkirakan karena adanya pelemahan rupiah ini.

Walaupun ada kenaikan di harga komoditas dunia terutama saham harga batubara, tapi saham batubara juga terkena dampak dari DMO yang dikeluarkan pemerintah. Jadi memang beberapa isu negatif juga yang mempengaruhi  pasar saham Indonesia terutama dalam beberapa bulan belakangan ini sehingga naiknya, tidak sesuai dengan potensi yang ada ya.

Berapa target Anda untuk IHSG?

Target kita masih sama di kisaran 6.003 sampai 6.500, kita revisi sekitar 3-4 bulan lalu. Awal tahun kita targetnya 6.600 sampai 6.700. Kelihatannya kita tidak melihat dampak dari trade war ya. Dan ini dengan adanya trade war mungkin ini akan ada koreksi 5%-7% dari target indeks kita. Berarti sampai akhir tahun indeks masih ada kemungkinan naik 5% sampai 7%. Buat kita masih cukup menarik ya, karena ini kan 6 bulan 5%-7% berarti annualized bisa dapat sekitar 10%-14% setahun. Dan menurut saya itu cukup menarik ya dibandingkan dengan deposito atau obligasi kita yang rata-rata net kita dapat 6% sampai 8%.

Apa saja saham yang menarik?

Kita merasa bahwa saham-saham perbankan terutama bank BUMN ya masih sangat menarik ya valuasinya dibandingkan BCA misalkan. Dan juga dengan beberapa adanya perbaikan di sisi fundamental NPL-nya turun terus, kita lihat bahwa dengan adanya kenaikan harga komoditas juga membantu juga beberapa perusahaan-perusahaan besar yang kesulitan cash flowakhirnya bisa bayar utang dan lain-lain, harusnya sih ini membuat bank kinerjanya membaik ya. Jadi kita suka bank-bank BUMN, BNI, BRI, Mandiri, juga BTN yang harganya sudah turun sangat dalam ya.

Walaupun dibarengi dengan ketakutan kenaikan cost of fundya karena SBI katanya masih akan naik 50-100 bps lagi, tergantung The Fed seperti apa. Tetapi saya lihat adalah, kalaupun naik harusnya dampaknya tidak akan sesignifikan yang diperkirakan pasar ya. Dengan hitung-hitungan kita mungkin akan mempengaruhi sekitar 15-30 bps penurunan dari net interest margin. Yang menurut saya akan cukup ditutup ditutupi dengan kenaikan daripada pinjaman ya yang naik rata-rata 10 sampai dengan 15% setahun.

Selain banking kita masuk ke komoditi kita suka PTBA, Adaro, ITMG, dan terutama kita suka Nikel ya ANTM dan INCO jadi top picks kita. Terutama Aneka Tambang, karena kita melihat harga nikel dunia punya potensi untuk meledak istilahnya, bukan cuma naik ya karena adanya defisit nikel yang cukup parah ya dalam 2 tahun ke depan.

Kalau saya lihat tidak ada  penambangan baru atau suplai baru di market dan itu tentu saja dibutuhkan harga nikel yang naik banyak  sebelum orang mau berinvestasi lagi di Nikel. Ada dua  produsen nikel terbesar dunia yang mengatakan bahwa harga Nikel harus naik ke 18 ribu dolar per ton selama 18 bulan sampai mereka bisa investasi lagi di nikel. Sedangkan kita lihat harga sekarang masih 13 ribu-14 ribu, apalagi kita lihat inventory nikel dunia turun 1.000 ton LMI, sedangkan kalau kita lihat cadangan tinggal 200 ribu. Berarti 1 tahun ke depan kalau tidak ada investasi baru, tidak ada suplai baru maka cadangan nikel dunia akan habis dalam waktu 1 tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.